Oleh: Dian Andryanto
Bongku.
Lelaki warga suku Sakai dijatuhi vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Negeri Bengkalis, Riau, Senin, 18 Mei 2020 Pasalnya, ia menanam ubi kayu untuk makan keluarganya di tanah ulayat yang dianggap bagian konsesi PT Arara Abadi.
Saeful Bahri
Kader PDIP ini bersama calon legislatif PDIP dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan Harun Masiku terbukti menyuap komisoner KPU Wahyu Setiawan sebanyak Rp 600 juta.
Majelis hakim Tipikor memvonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Nah, sekondannya Harun Masiku sampai sekarang tak bisa ditangkap. Dari sebelum Corona sampai PSBB dan new normal, begitu sulit mencarinya. Apakah dari mulutnya akan menyembur nama-nama sehingga ia tak muncul-muncul sampai ini hari?
Romahurmuziy.
Ketua Umum PPP terbukti menerima suap Rp 225 juta dari Haris Hasanudin dalam seleksi Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur. Rommy melakukan intervensi langsung atau tidak langsung sehingga Haris terpilih.
Bukan itu saja, Rommy menerima pula suap Rp 91,4 juta dari Muafaq Wirahadi untuk posisi Kanwil Kemenag Gresik. Rommy terbukti memperdagangkan pengaruhnya terhadap menteri agama Lukman Hakim Saefudin.
Rommy divonis 2 tahun penjara, tapi mendapat korting 1 tahun, sehingga hanya menjalani hukuman 1 tahun saja dan bebas 29 April 2020.
Masih banyak lagi contoh yang memuakkan di negeri ini tentang keadilan tebang pilih, tentang sumpah kepada Maha Kuasa untuk tunaikan rasa adil yang sama kepada warga negara hanya formalitas lidah saja.
Itulah wajah hukum di negeri ini. Klise ungkapan tumpul ke atas, tajam ke bawah. Tapi kenyataan itu tak dapat ditolak.
Saeful Bahri dan Rommy divonis ringan bahkan dapat korting hukuman. Mereka benalu di dinding kekuasaan beda perlakuan dengan Bongku. Mereka keluar bui masih tertawa dan harta tetap melimpah, tak dimiskinkan, Bongku keluar penjara masih tak punya apa-apa. Mereka melakukan kejahatan karena nafsu serakah, syahwat berkuasa, petantang petenteng karena dekat petinggi negara, Bongku dianggap langgar hukum hanya karena menanam ubi kayu untuk makan keluarganya.
Rasa keadilan itu dapat membuat kepercayaan publik tinggi bukan main jika ditunaikan dengan sepantasnya. Tapi jika rasa keadilan diabaikan dan diselewengkan maka jangan minta sedikitpun publik akan percaya setiap katanya.
Telanjang mata keadilan sulit didapat. Hukum seperti permainan orang mumpung berkuasa. Zaman sudah reformasi, tapi lihat dan hitung berapa banyak yang ditangkap, diadili dan dibui karena tak sejalan pandangan dengan para penguasa. Kebebasan berpendapat jadi slogan semata, tak senada dengan penguasa, ada saja batu sandungannya.
Wartawan detik.com yang menulis berita Presiden Jokowi membuka mal di Bekasi, informasi itu bukan dia karang sendiri, informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.
Namun, pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun sudah dimuat pula.
Apa yang terjadi? Jurnalis itu mendapat intimidasi, doxing, teror, bahkan ancaman pembunuhan. Sampai seperti inikah negeri ini mereka buat? Ada jalurnya, bukan teror yang ditegaskan. Memuja penguasa bukan berarti bisa seenak udelnya.
Bongku di dalam teralis besi bui. Keadilan buat orang seperti dia terasa sulit didapat, karena ia berhadapan dengan kepentingan usaha yang begitu perkasa. Hukum pun tajam padanya.
Tapi suara-suara di luar sana makin nyaring terdengar, bebaskan Bongku, lelaki suku Sakai yang hanya menanam ubi kayu di tanah Ulayat, tanah moyangnya sendiri. Menanam ubi kayu bukan untuk buat pabrik tapioka, hanya buat makan keluarganya saja. Menanam ubi kayu bukan berhektare hektare luasnya tanpa aturan, dia hanya butuh selahan saja di tanah leluhurnya sendiri.
Bongku dibalik jeruji diam saja. Saeful Bahri dan Rommy diantar ke tahanan pun dengan mobil yang nyaman punya, meski pakai rompi oranye tahanan tapi lihatlah mereka masih bisa tertawa. Malu telah hilang entah ke mana.
Jangan sandingkan Bongku dengan dua lainnya itu, juga dengan yang banyak semacam itu. Bongku berbeda. Ia lebih punya jiwa. Bongku lebih bermartabat. Sementara lainnya telah menggadaikan dirinya demi kuasa. Makan tak lagi jadi masalah mereka, makan siapa, persoalan setiap harinya. Buat Bongku, cari makan masih urusan penting setiap harinya. Bedakan. (Fb: Andri Daulay 29/05/2020)