Oleh: Prof. Dr. Muchtar B. Pakpahan, SH., MA.
JAKARTA SBSINews – KMDT adalah singkatan dari Komite Masyarakat Danau Toba, yang didirikan sebagai Badan Hukum Perkumpulan berdasarkan akte Notaris Albert Richi Aruan, SH, LLM, MKn No 01, 09-12-2019 dan Badan Hukum dari Kemkumham Nomor AHU-000366.AH01.07 tahun 2020 tertanggal 20 Januari 2020. Salah satu tokoh pendiri dan menjadi Ketua Umum KMDT adalah Edison Manurung, SH., MM.
Ada dua tujuan penting KMDT: 1. Ikut serta berperan aktif mensukseskan pembangunan Kawasan Bonapasogit dan 2. Melakukan berbagai upaya membangkitkan wisata Danau Toba supaya agar mendunia Kembali.
Ketika saya diajak ikut dalam KMDT ini oleh Sdr. Edison Manurung, Saya spontan menyatakan bersedia, dan Saya dipercayakan sebagai Dewan Pakar KMDT. Saya bersedia karena ada tempat dan wadah meneruskan panggilan perjuangan memajukan wisata Danau Toba supaya mendunia Kembali.
Beberapa Catatan perjuangan Saya memajukan wisata Danau Toba. Tahun 1980-an, melalui KSPPM (Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat) kami menyadarkan masyarakat melalui gereja, adat, kepala desa dan pelaku wisata agar sama-sama merawat wisata Danau Toba. Ahir tahun 1980-an kami FAS (Forum Adil Sejahtera) Jakarta menggugat Bupati Kabupaten Simalungun (waktu itu JP Silitonga) atas kebijakannya yang kami perkirakan akan menggerus wisata Danau Toba. Aldentua Siringoringo putra Kota Parapat yang berada di depan mewakili FAS.
Tahun 2005, waktu disusun rencana pengembangan wisata nasional dengan memajukan 10 Daerah Tujuan Wisata tidak termasuk Danau Toba oleh Departemen Parawisata dan Seni, saya memprotes. Beberapa tahun kemudian barulah dimasukkan Danau Toba sebagai DTW, tetapi Saya lupa di urutan ke berapa.
Beberapa catatan tentang wisata Danau Toba. Waktu Saya sebagai Pjs Ketua BPC GMKI Medan tahun 1978, Saya sering menyaksikan beberapa kali pertemuan gereja-gereja internasional di Tomok. GMKI Medan dilibatkan membantu panitia. Saya juga saksikan beberapa kali rapat kerja pemerintahan di Kota Parapat. Saya juga lihat beberapa rumah penginapan atau hotel miliknya Belanda, Jerman dll ada di Kota Parapat.
Sejak reformasi, puncaknya tahun 2003 saya menemukan kunjungan wisata ke Danau Toba sudah menurun drastis. Dapat disebut sudah kosong.
Pada waktu itu ada 5 hotel berbintang 4 kosong penghuni, 2 di Tomok, 2 di Parapat dan 1 di Brastagi. Kemana wisatawan tersebut ? Yang dikunjungi wisatawan internasional adalah Bali, dan Bali lebih dikenal di luar negeri dari pada RI.
Di tahun 2003 sampai 2004 ketika berada di luar negeri Saya bertemu dengan beberapa orang WN Belanda, Jerman dan Inggris yang seusia dan yang lebih tua dari Saya. Mereka pernah berwisata ke Danau Toba dan mereka terkenang dengan keindahan Danau Toba serta jernihnya air Danau Toba. Khususnya Orang Belanda masih terkenang dengan ungkapan kira-kira begini “ ni kunt starvan vor dat yemier toba mier hebt hezien” yang artinya janganlah mati sebelum injak danau toba. Kesan yang sama hidup juga ada di kalangan masyarakat Jerman.
Lalu saya cari tahu mengapa mereka tidak berwisata ke Danau Toba. Jawab singkatnya Kawasan Danau Toba tidak indah lagi, air Danau Toba tidak jernih lagi, dan masyarakat Danau Toba tidak tuan rumah wisata yang baik, tidak ramah dan tidak jujur. Tidak indah ? Betul. Hutan pinus sekitarnya yang ditanam masa pemerintahan Belanda dengan melibatkan masyarakat sudah ditebang Indorayon. Air Danau Toba? Sudah dicemari keramba jaring apung, masyarakatnya? Tidak menjaga kebersihan Danau Toba, kurang ramah, dan tidak jujur memasang tarif jualannya.
Yang mengotori dan mencemari air Danau Toba adalah Kramba Jaring ikan (KJA). Dengan KJA tidak mungkin tercapai air Danau Toba yang bersih yang selanjutnya menghalangi wisatawan manca negara urung datang.
Pilihan kita apa? KJA atau wisata dengan melestarikan keindahan dan kebersihan Danau Toba? Sebagai karunia luar biasa dari Tuhan, Saya memilih melestarikan keindahan dan kebersihan Danau Toba. Dengan mengelola wisata akan menciptakan lapangan kerja di perhotelan/penginapan, restaurant/rumah makan, hiburan, transportasi dan ikutan lainnya.
Saya ikut KMDT untuk tujuan menciptakan keindahan Danau Toba dan bersihnya air Danau Toba yang dapat mendatangkan kembali wisatawan ke Danau Toba. Tidak ada arti banyaknya dana yang dibelanjakan membangun infrastruktur kalau KJA tetap dipelihara. Hentikan KJA, cari jalan keluarnya.
Saya menghimbau Masyarakayat khususnya yang berasal dari Kawasan Danau Toba untuk mendukung KMDT paling sedikit mendoakan KMDT agar sukses menjalankan missinya. Supaya di internasional bergelora Kembali ungkapan “janganlah mati sebelum injak Danau Toba”, demikian juga di tingkat nasional.
Inilah yang menjadi pemikiran Saya selama ini. Itu sebabnya saya juga menciptakan beberapa lagu dengan maksud melalui pesan seni musik memperkenalkan, mengingatkan dan mengajak untuk memajukan wisata Danau Toba.
Lagu – lagu itu: 1. Toba Indah 2. Samosir Nauli 3. Pusuk Buhit. 4. Siantar men. Semua dapat dilihat di youtube Muchtar Pakpahan. Selesai menonton/mendengar, mohon share, like dan subscribe sebagai bahagian dukungan mensosialisasikan.
Bravo KMDT, long live KMDT, hidup KMDT, Sukses KMDT.
Prof. Dr. Muchtar B. Pakpahan, SH., MA. Ketua Umum DPP (K)SBSI & Guru Besar UTA45