Ada klaster lain yang bisa rugikan petani dan rakyat
Komite Nasional
Pembaruan Agraria (KNPA)
Indonesia
29 APR 2020 —
Pekan lalu, Presiden Joko Widodo resmi menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan. Namun Omnibus Law ini bukan hanya persoalan klaster ketenagakerjaan. Banyak persoalan ideologi yang dirancang sangat liberal dalam RUU ini yang bisa berdampak pada petani dan rakyat kecil. Seperti usulan revisi pasal 15 UU nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dimana pemerintah tak lagi berkewajiban mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Ingat 11 desa di Majalengka Jawa Barat yang digusur, untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) pada tahun 2016 ? 5000 hektar tanah desa digusur, menghabiskan puluhan triliun utang demi pembangunan Bandara yang sepi tanpa pengunjung.
Protes keras penolakan dari warga desa yang terdampak tak dipedulikan. Prosedur pembebasan lahan pun dilanggar. Tanah warga jadi obyek pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, katanya ‘demi kepentingan umum’.
Jadi selain merugikan buruh, RUU Cipta Kerja ini juga merugikan para petani.
Jadi ada tiga faktor utama dalam RUU ini, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja, yang dibagi jadi 11 klaster. Semua klaster-klaster ini saling berkaitan.
Menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan, tapi tetap lanjutkan pembahasan klaster lainnya sama saja dengan memberi ancaman besar bagi petani, buruh tani, buruh kebun, masyarakat adat, nelayan dan masyarakat miskin di desa maupun kota.
Menempatkan tanah sebagai barang komersil, dan menawarkannya kepada investor. Dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan konstitusi dan UU Pokok Agraria. Tentu sangat menyayat hati rakyat.
Selain klaster ketenagakerjaan, masih ada 10 klaster lagi yang tetap akan dibahas dalam Omnibus Law. Klaster-klaster itu antara lain:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Dalam kondisi Covid-19 seperti ini, rakyat harus berjuang untuk hidup dengan perekonomian yang terseok-seok. Ditambah lagi dengan kebijakan Omnibus Law yang memberatkan. Untuk siapa RUU ini diperjuangkan oleh DPR ? Hanya pemilik modal yang diuntungkan.
“Kawan-kawan, RUU Cipta Kerja ini sungguh berbahaya, memberangus sendi-sendi ekonomi kerakyatan yang masih tersisa melalui obral-obral izin dan tanah bagi kepentingan bisnis dan investasi besar. Apa gunanya kita mendapat pekerjaan sementara tanah dan air kita dirampas, lalu kita menjadi buruh-buruh yang bisa diupah murah ? Sebab itu, melalui petisi ini, kami ingin kita bersama-sama menyatukan suara menolak Omnibus Law-RUU Cipta Kerja yang prinsip dan muatannya sangat bertentangan dengan konstitusi, pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960) sebagai fondasi dari kedaulatan bangsa ini atas tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.” ujar Benni Wijaya Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA
Ayo Terus sebarkan petisi ini, minta DPR RI hentikan pembahasan Omnibus Law dan #StopObralTanah.
Salam, KPA