SBSINews – Pemerintah tak tinggal diam. Melihat dampak Virus Corona atau Covid-19 terus menggerogoti, tak hanya sektor kesehatan namun juga sisi sosial ekonomi masyarakat, jaring pengaman pun disebar.
Memang, jumlah masyarakat Indonesia yang terjangkit Virus Corona atau Covid-19 setiap harinya terus bertambah. Jumlah kasus positif Corona di Indonesia bertambah 114 orang menjadi 1.528 pasien hingga Selasa, 31 Maret 2020.
“Tercatat ada 114 penambahan kasus positif, 6 kasus pasien sembuh setelah dinyatakan 2 kali negatif, dan 14 jiwa meninggal dunia, hari ini,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid 19, Achmad Yurianto saat jumpa pers di Graha BNPB Jakarta, Selasa (31/3/2020) sore.
Namun, pemerintah menyadari, tak hanya sektor kesehatan yang harus dicarikan solusi.
Pada Selasa kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali tampil, menggelar video conference dari Istana Bogor, Jawa Barat. Berbatik coklat, Jokowi kembali menegaskan komitmen pemerintah memerangi penyakit akibat Virus Corona SAR-CoV-2 itu.
Secara tegas, Kepala Negara mengatakan penyebaran pandemi Covid-19 bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan tetapi juga kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan perekonomian negara.
Ini pula yang pada akhirnya memaksa pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
“Karena situasi yang kita hadapi adalah situasi kegentingan yang memaksa kebutuhan yang mendesak maka Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu,” tegas dia.
Melalui Perppu, Jokowi mengumumkan tambahan anggaran penanganan Virus Crona Rp 405,1 triliun. Dengan rincian, sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial.
Kemudian Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Kucuran anggaran Rp 405,1 triliun telah diumumkan sebagai dana tameng menghadapi dampak Virus Corona. Dari alokasi tersebut, telah ditetapkan 3 prioritas. Ketiga prioritas tersebut, pertama anggaran di bidang kesehatan, prioritas kedua perlindungan sosial dan ketiga stimulus bagi dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi.
Untuk prioritas pertama, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 75 triliun. “Pemerintah menyiapkan anggaran dukungan untuk bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun,” jelas Presiden Jokowi.
Dana tersebut akan digunakan untuk perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian alat pelindung diri (APD), pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan.
Prioritas kedua, terkait perlindungan sosial. Pemerintah menyiapkan PKH 10 juta KPM yang dibayarkan bulanan mulai April.
Ada juga kartu sembako, yang penerimanya dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta, dengan manfaat naik dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu selama 9 bulan.
Dana Kartu Prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat insentif pasca pelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan Rp 1 juta.
Selain itu juga pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi.
Terdapat juga tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan MBR hingga 175 ribu dan dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp 25 triliun.
Prioritas ketiga, penyiapan anggaran untuk dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi. Dalam prioritas, PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta setahun ditanggung pemerintah 100 persen.
Selain itu juga pembebasan PPH Impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah.
Pemerintah juga mengurangi PPH 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah.
Adapula restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha. Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.
Terdapat penurunan tarif PPh Badan menjadi 22 persen untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi 20 persen mulai tahun 2022.
Apa yang sudah dituangkan dalam Perppu tersebut tidak termasuk stimulus yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam tahap I dan II. Sebelumnya, pemerintah mengucurkan anggaran Rp 158,2 triliun terbagi dalam dua paket stimulus kebijakan ekonomi menghadapi terjangan wabah Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyatakan, dana Rp 405,1 triliun merupakan paket yang terpisah dengan kebijakan stimulus yang dikeluarkan sebelumnya. “Iya, beda paket,” ujar Halim kepada Liputan6.com.
Dengan begitu, ia mengkonfirmasi bahwa pemerintah secara total menyalurkan dana hingga sekitar Rp 563,3 triliun untuk memerangi pandemi virus Corona.
Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Susiwijono menambahkan paket stimulus pertama diberikan pada 25 Februari 2020 lalu.
Di mana belum ditemukan kasus Covid-19 di Indonesia. Pemerintah saat itu mengeluarkan stimulus ekonomi ke satu dengan fokus ke dalam sektor ekonomi yang menangani lalu lintas orang. Baik sektor pariwisata, akomodasi dan transportasi.
“Ada 8 kebijakan stimulus tahap 1 yang besarnya Rp 10,3 triliun,” imbuh dia.
Seiring dengan kasus di Indonesia, pemerintah kemudian kembali mengkaji stimulus ekonomi sekiranya dibutuhkan oleh pengusaha, market dan lain sebagainya. Maka, pada 13 Maret 2020 diumumkan kembali stimulus kedua.
Di mana terdapat delapan kebijakan terdiri dari empat sektor fiskal atau pajak. Dan empat sisanya untuk non fiskal seperti percepatan lalu lintas barang logistik atau barang yang dibutuhkan.
Stimulus pemerintah menuai berbagai respons dari berbagai kalangan. Salah satunya pengusaha. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming menyatakan kebijakan paket stimulus yang sudah diberikan untuk dunia usaha, terutama skala kecil dan menengah sudah tepat sasaran.
“Tinggal kontrol dan pengawasannya saja yang diperketat. Nah, pengusaha besar, kami juga butuh relaksasi kredit dan penundaan pembayaran pajak,” ujarnya kepada Liputan6.com.
Dengan adanya pandemi, lanjut Mardani, perusahaan tidak mendapatkan pendapatan. Di sisi lain, pengusaha dituntut harus tetap membayar beban operasional. Relaksasi waktu pembayaran kredit dan penundaan pembayaran pajak dinilai akan membantu dunia usaha bertahan.
Di sisi lain, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menyatakan ada beberapa industri atau bidang usaha yang perlu mendapat perhatian lebih soal stimulus. Misalnya industri padat karya, industri berorientasi ekspor dan penyumbang devisa, seperti pariwisata.
“Memang yang paling penting bagaimana stimulus fiskal bisa cepat dieksekusi untuk menjaga daya beli masyarakat, termasuk mereka yang rentan secara ekonomi. Sektor padat karya, berorientasi ekspor, penyumbang devisa, itu (diutamakan),” kata dia.
Hal ini tentunya dikarenakan sektor industri tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Banyak orang yang terancam kehilangan mata pencaharian mereka. Di sisi lain, pengeluaran terus berjalan setiap waktu bahkan tidak memungkinkan untuk bertambah.
Meski demikian, ke depannya pengusaha optimis Indonesia dapat melalui masa krisis dan akan segera bangkit setelah pandemi mereda.
Sementara itu, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono, menilai dampak terkait kucuran dana untuk stimulus tangani COVID-19 sebesar Rp 450 triliun belum dirasakan masyarakat.
“Stimulus yang diberikan, khususnya di sektor ekonomi, dampaknya belum dirasakan oleh masyarakat. Terbukti dengan daya beli yang terus turun dan ancaman PHK terhadap buruh yang semakin nyata,” kata Kahar kepada Liputan6.com.
Hal itu menurut Kahar membuktikan bahwa stimulus yang diberikan belum mampu membuat dunia usaha bertahan dengan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dia pun berharap pemberian insentif atau stimulus tidak hanya diberikan kepada kalangan pengusaha atau dunia industri. Tetapi juga memberikan bantuan berupa dana secara tunai masyarakat kecil untuk menopang daya beli.
Defisit Melebar
Kucuran anggaran jor-joran pemerintah dalam menghadapi dampak Virus Corona hingga Rp 405 triliun ternyata masih menuai pertanyaan. Terkait dengan kian melebarnya defisit anggaran.
Presiden Jokowi mengakui jika terbitnya Perppu juga demi mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit anggaran, yang diperkirakan akan mencapai 5,07 persen. “Karena itu perlu relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen,” jelas dia.
Dia menuturkan jika relaksasi defisit hanya untuk 3 tahun, yakni pada 2020, 2021 hingga 2022. Setelah itu kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.
“Saya kira kita harus mengapresiasi langkah berani yang diambil pemerintah untuk merelaksasi defisit di atas 3 persen selama 3 tahun berturut-turut. Sebab, pelebaran defisit ini memang kita butuhkan untuk memberikan stimulus mulai dari peningkatan pelayanan kesehatan guna mengatasi wabah corona, memberikan bantuan safety net kepada masyarakat terdampak, hingga stimulus untuk dunia usaha dalam rangka percepatan recovery economy,” ujar dia kepada Liputan6.com.
Dia ikut menilai kucuran stimulus nominalnya sudah cukup memadai walaupun masih kecil bila dibandingkan dengan stimulus dan safety net yang dilakukan negara lain. “Tapi ini sudah merupakan breakthrough yang berani, dan memang dibutuhkan di tengah merebaknya wabah corona,” tambah dia.
Namun menurut Piter, pemerintah belum menjelaskan secara rinci bagaimana skema dalam mengatasi defisit anggaran tersebut.
“Yang belum cukup dijelaskan pemerintah adalah bagaimana pembiayaan dari pelebaran defisit tersebut. Apakah dengan menerbitkan recovery bond, seperti yang sebelumnya sudah disebutkan oleh Sesmenko Perekonomian? Lalu apakah jadi, dengan menggunakan pendekatan quantitative easing oleh BI? Bagaimana dengan ketentuan yang melarang BI melakukan kuasi fiskal? Apakah masuk juga dalam perppu?,” tanya dia.
Hal-hal tersebut dia tegaskan, perlu diperjelas oleh pemerintah agar tidak menimbulkan kerancuan di kemudian hari. (Liputan6.com)