JAKARTA SBSINews – (K)SBSI termasuk salah satu organisasi buruh dari 70-an organisasi buruh yang diundang oleh Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS) untuk hadir dalam acara Dialog Publik RUU Omnibus Law pada Selasa (21/01) di Gedung YTKI Jalan Gatot Subroto Jakarta.
Acara yang digagas oleh GEKANA yang terdiri dari KEP SPSI, LEM SPSI dan FSPI dengan menghadirkan dua orang nara sumber yaitu: Andari Yurikosari, Pakar Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri.
Dalam pemaparannya Andari Yurikosari menilai bahwa Omnibus Law sebagai aturan pokok yang memayungi sejumlah Undang-Undang (UU) tidak dikenal dalam aturan di Indonesia. UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mengatur soal aturan omnibus law. Dalam UU tersebut, materi penguatan tertinggi ialah dalam bentuk UU yang artinya, tidak ada ketentuan mengenai UU payung atau UU pokok seperti omnibus law.
Oleh karena itu, ia mengatakan beleid omnibus law merupakan aturan yang dipaksakan oleh pemerintah kepada parlemen. “Ini mengabaikan ketentuan formal dalam pembentukan UU,” kata Andari.
Omnibus law ini diajukan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengamendemen beberapa UU sekaligus.
Andari juga mengatakan bahwa Pembentukan suatu aturan semestinya diikuti dengan proses hearing dengan masyarakat hingga lahirnya naskah akademik. Namun, pembahasan Omnibus Law dianggap tidak memenuhi kaidah tersebut, kehadiran RUU Omnibus Law juga tidak diperlukan untuk menyederhanakan sistem di perizinan pusat maupun daerah. Sebab, ia menilai sistem perizinan di daerah telah diperbaiki melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Jokowi mengatakan, Omnibus Law akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan panjang.
Faisal Basri mencurigai RUU Omnibus Law telah rusak lantaran pembahasannya dirahasiakan. Menurut dugaannya, tim diskusi aturan tersebut telah diminta untuk berjanji tidak membocorkan hasil diskusi kepada pihak lain.
“Ini sudah rusak. Kita pantas curiga. Pihak yang diundang diskusi harus teken di atas meterai agar tidak membocorkan hasil rapat,” kata Faisal. RUU Ombibus Law semula disusun guna mendorong pertumbuhan ekonomi seperti keinginan Presiden Joko Widodo.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi itu didorong melalui penambahan investasi. Dia juga menilai bahwa kondisi investasi di Indonesia saat ini tidaklah buruk. Menurut catatannya, pertumbuhan investasi dalam lima tahun terakhir masih di atas pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2014, PMTB Indonesia tercatat sebesar 4,45%. PMTB tersebut perlahan meningkat hingga pertumbuhannya mencapai 6,67% pada 2018. Di sisi lain, dia juga menyatakan pertumbuhan investasi Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia, Afrika Selatan, dan Brazil. Sehingga, pangsa investasi Indonesia, lanjutnya, sudah sangat tinggi. Selain itu, investor asing juga dinilai masih antusias untuk menanamkan dananya di dalam negeri. Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi, setelah Tiongkok dan India.
Dalam sesi dialog, hampir semua peserta yang hadir menyatakan menolak, bahkan cenderung mengecam RUU Omnibus Law usulan pemerintah yang dianggap mengancam kesejahteraan buruh dan akan mengerdilkan peran serikat buruh.
Acara yang dipandu oleh Indra Munaswar dari FSPI, kemudian meminta pendapat dari perwakilan SB/SP yang hadir untuk memberikan pendapat akhir tentang RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dan hampir semua menyatakan menolak atas RUU tersebut dengan diikuti oleh aksi nyata. Tawaran aksi massa disepakati pada tanggal 30 Januari 2020, dengan titik aksi di Istana Negara atas nama GEKANAS dan setiap peserta membawa bendera masing – masing dengan tidak memandang besar atau kecil organisasi masing – masing. (SM)