Oleh: Paulus Adrian Sembel MANADO SBSINews – Rancangan Undang Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang dibuat oleh Pemerintah mendapat penolakan keras berbagai organisasi Buruh dan Pekerja di seluruh Indonesia. Terdapat berbagai ketentuan dan aturan dalam RUU ini yang sangat kontraversi terkait ketenagakerjaan. RUU ini lahir (atau dilahirkan terpaksa) dengan alasan mendorong dan memudahkan investasi. Persoalannya adalah, bahwa pikiran mendorong investasi telah melemahkan berbagai pihak baik Buruh dan Pekerja maupun komunitas lainnya dalam kaitan sertifikat halal bagi suatu produk. Makanya banyak yang demo. Bahwa RUU Omnibus Law jangan hanya sekedar berupaya memudahkan investasi. Tapi harus sejalan dengan konstitusi dan realitas Buruh dan Pekerja serta realitas masyarakat yang agamais. Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang dibuat Pemerintah tidak hanya memuat ketentuan kontroversi terkait ketenagakerjaan, tapi Omnibus Law juga menghapus ketentuan kewajiban produk bersertifikat halal yang beredar di Tanah Air yang diatur dalam UU Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Nah dalam kaitan ketenagakerjaan, RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja memang sangat merugikan Buruh dan pekerja. Yang disoal adalah penerapan upah perjam dalam Omnibus Law dapat mengakibatkan upah minimum terdegradasi bahkan hilang. Ada beberapa poin yang kontroversi dalam Omnibus Law:
  1. Akan menghapus sistem Upah Minimum. Ini artinya akan membuat Buruh dan perkerja tetap miskin.
  2. Terkesan akan menghilangkan pesangon sebab dalam RUU ini tidak secara tegas mengatur tentang pesangon tapi disebut dengan “tunjangan Pemutusan Hubungan Kerja” sebesar 6 bulan upah.
  3. Outsorching (tenaga alih daya) akan diberlakukan pada semua lini pekerjaan, karena RUU ini membolehkan semua jenis pekerjaan menggunakan sistem kontrak. Ini jelas bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Outsourching hanya petugas katering, cleaning service, sopir, sekuriti dan jasa penumpang.
  4. RUU ini memudahkan masuknya Tenaga Kerja Asing.
  5. Mengilangkan jaminan sosial karena RUU ini justru menghilangkan sanksi pidanabagi pengusaha.
Jadinya setidaknya ada beberapa alasan penolakan Buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini. Dan sangat jelas bahwa aturan ini akan semakin memiskinkan kelas Buruh Indonesia (sebesar 55 jt Buruh formal disemua sektor). Semestinya yang dilakukan pemerintah adalah mengupayakan segala sesuatu sehubungan dengan masalah ketenagakerjaan menjadi lebih baik, bagi Buruh dan Pekerja. Yang urgen sekarang sehubungan dengan masalah ketenagakerjaan adalah revisi PP 78 tentang Pengupahan yang merugikan Buruh. Jangan hanya alasan memudahkan investasi sehingga Buruh dikorbankan dan memberi ‘service’ kepada pengusaha dengan dalil agar investasi meningkat dan bergairah. Ingat, Buruh mogok adalah tantangan besar Bangsa, apalagi kepada investasi. Makanya Pemerintah harus berpikir simbiosis mutualistik (saling menghidupkan) yang menguntungkan semua pihak, baik pemerintah, pengusaha juga Buruh dan Pekerja. Katanya Omnibus Law akan merevisi 79 UU yang terdiri dari 1.244 pasal terutama menghapus pasal-pasal yang tumpang tindih dalam kaitan proses berinvestasi. Dan salah satunya akan memangkas pasal yang mempersulit investor. Makanya simpulan saya, Omnibus Law ini salah satunya sebenarnya adalah ‘revisi’ UU Ketenagakerjaan yang sejak tahun 2006 hingga saat ini ditolak Buruh. Saya justru setuju dengan mantan Hakim Konstitusi Maria Farida yang menyebut Omnibus Law tidak lazim diterapkan dinegara yang menganut Sistem Hukum Civil Law seperti Indonesia. Tapi kalaupun mau diterapkan, sangat perlu untuk disosialisasikan kepada masyarakat khususnya organisasi Buruh dan Pekerja, termasuk MUI dalam kaitan sertifikat produk halal. (SM) Hidup Buruh….,Buruh Bersatu Pasti Menang !!! Paulus Adrian Sembel,Aktifis (K) SBSI Sulut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here