JAKARTA SBSINews -Sejujurnya boleh dikata tidak seorang pun dari kalangan serikat buruh dan serikat pekerja yang paham persis bentuk dan model dari Omnibus Law yang sedang digrenengkan penerintah untuk dibuat. Program Omnibus Law yang diungkap Dahlan Iskan pun justru semakin menambah kesan Omnibus Law itu semakin seram. Mengerikan.
Bayangkan saja jika benar ada 202 macam UU yang akan diremes jadi satu untuk menjawab semua soal terutama investasi dan penciptaan lapangan kerja misalnya. Dalam istilah Dahlan Iskan dia menyebut Omnibus Law adalah konsolidasi besar-besaran. Program Omnibus Law itu berat sekali. Bahkan berani memulainya saja sudah hebat. Apalagi bisa melakukannya – dan siapa tahu sukses.
Riwayat Omnibus sendiri katanya bermula pada tahun 1820. Saat pertama kali dipakai di Paris. Ada kendaraan yang bisa dipakai mengangkut orang begitu banyak – pun dengan berbagai jenis barang milik penumpang. Apa saja bisa masuk. Semua bisa dimuat.
Jadi Omnibus Law bisa seperti menumpahkan sejumalah UU dalam datu bus yang kelak harus bisa nenjawab semua keperluan dengan gampang seperti memuluskan investasi masuk ke Indonesia tanpa kendala.
Omnibus Law jadi semacam kendaraan besar “pengangkut berbagai jenis hukum dan perundang-undangan yang diperlukan untuk menjawab dan memperlancar banyak masalah agar semua urusan jadi gampang dan kancar.
Dengan kata lain, Omnibus Law adalah satu paket hukum yang isinya berbagai jenis hukum. Atau, satu UU yang di dalamnya melingkupi banyak UU yang saling terkait satu dengan yang lain.
Seperti UU Investasi akan disatukan dengan kemudahan untuk lapangan kerja serta kemudahan mendapatkan lahan atau perizinan lainnya.
Keresahan aktivis dan fungsionaris organisasi buruh semakin terkuak ketika menghadiri undangan Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Kemenakertrans yang meminta masukan untuk Omnibus Law yang diwanti-wanti akan diajukan ke DPR RI untuk dibahas dan disahkan dalam waktu dekat. Pihak Kemenakertrans pun yang tidak bisa merinci UU apa saja yang terkait dengan masalah ketenaga kerjaan yang akan ikut dioplos dalam Omnibus Law itu nanti.
Sehingga peserta diskusi yang digagas Kemenakertrans lewat Dirjen PHI dan Jaminan Sosial pada Senen 16 Desember 2019 di Hotel Pomelotel, Jakarta diminta rapat marathon untuk segera dilanjutkan pada hari Rabu, 18 Desember 2019 dengan pembagian lima komisi yang harus membahas secara khusus mulai dari (1) masalah Jaminan Sosial (2) Masalah PHK dan Pesangon, (3) soal outsourcing dan PKWT, (4) masalah pengupahan, (5) dan soal kebebasan berserikat.
Idealnya masalah kesempatan kerja bagi masyarakat tempatan (sekitarnya) hendaknya juga mendapat perhatian khusus. Sebab keresahan berbagai kalangan akibat dari pemberlakuan Permenaker 228 Tentang Tenaga Kerja Asing dan Perpres No. 75 Tentang Iuran BPJS serta PP 78 Tentang Pengupahan di Indonesia hendak akan semakin menggusur tenaga kerja Indonesia di masa mendatang.
Jadi Omnibus Law itu sejujurnya bagi aktivis dan fungsionaris organisasi buruh seperti meraba-raba barang di dalam gelap. Andainya tak bisa dikatakan sepertj hantu di kegelapan.
Begitulah diskusi terbatas penulis bersama Sabinus Moa Ketua F.MIG (K) dan Saut Aritonang Presiden SBM Setiakawan, seusai petemuan besar SB/SP di Hotel Pomolotel Senen (16/12/19) petang. Setidaknya, begitulah pertanyaan terhadap sejumlah UU yang selama ini menjadi andalan untuk melindungi kaum buruh, sungguhkah akan baik-baik saja atau memang ikut terancam akibat diokplos dalam Omnibus Law yang tidak bisa diketahui terlebih dahulu rancangan serta tata susunannya yang hendak dilakukan oleh pemerintah yang sangat terkesan grusa-grusu dan memaksakan kehendaknya itu !
Jakarta, 16 Desember 2019
Jacob Ereste
Ketua F. BKN (K) SBSI