SBSINews – BPJS Watch menyatakan masih banyak pekerjaan rumah bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk mendukung kesejahteraan rakyat. Baik dari sisi regulasi maupun implementasi dan penegakkan hukum.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, ada beberapa regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) yang perlu dievaluasi. Pertama Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional (SJSN).
“Khususnya Pasal 42 tentang jaminan pensiun yang belum memperbolehkan pekerja informal mandapatkan jaminan pensiun,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/12).
Lalu PP nomor 60 tahun 2015 jo. Permenaker nomor 19 tahun 2015. Dia menilai, aturan ini, yang membuka lebar persyaratan mengambil jaminan hari tua (JHT) harus ada persyaratan minimal kepesertaan JHT seperti di era Jamsostek lalu.
Dari sisi implementasi, katanya, jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm) masih dilaksanakan secara terpisah-pisah. JKK dan JKm bagi ASN diserahkan ke PT. Taspen sementara untuk pekerja swasta dikelola BPJamsostek.
“Seharusnya JKK dan JKm bagi ASN dikelola oleh BPJamsostek supaya ASN mendapatkan manfaat sebaik manfaat yang diberikan oleh BPJamsostek, apalagi paska ditandatanganinya PP no.82/2019 yg merupakan hasil revisi PP no. 44/2015 ttg JKK dan JKm,” kata Timboel.
Menurut dia, dengan dikelolanya oleh PT. Taspen maka para ASN tidak mendapatkan keadilan manfaat. Karena manfaat yang diterima ASN lebih rendah dibandingkan manfaat JKK dan Jkm bagi pekerja swasta yang dikelola BPJamsostek.
Bila ada PBI (Penerima Bantuan Iuran) di program JKN, maka sudah seharusnya PBI untuk program JKK dan JKm juga diberikan kepada pekerja informal miskin seperti pemulung, buruh tani, nelayan, dan sebagainya.
“Perlindungan jamsos ketenagakerjaan bagi pekerja informal miskin merupakan implementasi riil nilai-nilai Pancasila,” tegas Timboel. (Indonesiainside.id/SM)