SBSINews – Majalah bulanan Suara Pemred yang terbit tiap tanggal satu tiba-tiba saja menghilang dari pasaran. Pihak Suara Pemred mengaku terpaksa harus melakukan cetak ulang hingga tiga kali karena majalah ludes dari pasaran.

Pemimpin Suara Pemred, Suryohadi mengatakan pihaknya tidak tahu apa yang menyebabkan majalah Suara Pemred tidak ada di pasaran.

“Itu sudah terjadi begitu kami terbit tanggal 1 Oktober kemarin. Beberapa agen majalah kami melapor ada beberapa orang yang memborong majalah dalam jumlah besar bahkan ada satu agen kami yang meminta untuk dikirimkan 2.000 eksemplar lagi. Kami terpaksa mencetak ulang majalah supaya tetap ada di pasaran,” ungkap Suryohadi, Kamis (9/10/2014).

Suryohadi mengatakan, meski upaya cetak ulang dilakukan dan majalah beredar kembali di pasaran per Kamis, majalah Suara Pemred kembali diborong dan lagi-lagi ludes di agen-agen besar. Selain beredar di Jabodetabek, Suara Pemred juga menyebar di 14 provinsi di Indonesia.

Suryohadi tidak ingin menduga-duga ada pihak-pihak tertentu yang sengaja melakukan aksi borong majalah sehingga menghilang dari pasaran. “Saya tidak ingin menduga-duga. Saya tidak tahu apa yang membuat mereka memborong majalah kami ini,” kata wartawan senior yang juga pemimpin redaksi Suara Pemred ini.

Majalah yang terbit perdana 17 Agustus 2013 ini, pada edisi Oktober ini mengangkat laporan utama mengenai sepak terjang mafia migas dan mafia peradilan.

Suara Pemred juga pernah menggelar kegiatan fun bike dan gerak jalan yang diikuti 5.000 peserta saat merayakan HUT pertama September yang lalu.

Siapa sih Mafia MIGAS itu ?

Mafia migas konon merupakan mafia tertua di dunia. Mafia migas dalam cerita ini adalah perantara (trader) antara pemasok-pemasok minyak mentah untuk Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL). Bos dari perantara itu oleh kalangan bisnis Singapura disebut Gasoline Father, yaitu Mr. Mohammad Reza Chalid dari Global Energy Resources (GER).

Banyak kalangan menuding tendernya kurang transparan. Ada permainan fee sampai milyaran. ”Permainan tetap ada selagi Indonesia masih membeli dengan harga spot, yg bisa dibeli sewaktu-waktu dalam jumlah besar” kata pakar manajemen Rhenald Kasali (Tabloid PRIORITAS Edisi 8 / 5 – 11 Maret 2012).

Sebenarnya DR. Rizal Ramli (RR) sudah lama mensinyalir adanya mafia tersebut. Dalam bukunya yang berjudul “Menentukan Jalan Baru Indoensia” (April 2009) menyebut MR. Teo Dollars yang pendapatan perharinya mencapai USD 600 ribu (Rp. 6 miliar) dan menyetor ke oknum-oknum tertentu di Pemerintahan RI. George Aditjondro lebih gamblang menulis beberapa anggota keluarga besar SBY yang dibantu oleh kroni-kroni mereka memiliki bisnis impor ekspor minyak mentah. Jika dulu Riza (Global Energy Resources) membayar premi kepada keluarga Cendana, maka sekarang ia membayar komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50 sen dollar per barrel.

Jadi kalau ekspor kita 900 ribu barrel perhari, maka yang masuk ke keluarga SBY diperkirakan mencapai USD 450.000 perhari ditambah bonus boleh mengekspor minyak mentah sebesar 150 barrel setiap hari. Keberadaan sindikat Cikeas ini mendorong Karen Setiawan (Dirut Pertamina) mengancam untuk meletakkan jabatan karena tidak tahan menghadapi tekanan Cikeas. ( George Junus Aditjondro dalam buku ‘Cikeas Makin Menggurita’ hal 67-68).

DR. Rizal Ramli dalam sebuah pidato tgl 24 April 2008 menolak kenaikan harga BBM kecuali pemerintah berani membabat Mafia Migas tersebut.

Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku risih dengan sorotan publik atas PETRAL. ”Perlu ada perbaikan di tubuh anak perusahaan PERTAMINA itu supaya tak lagi dijadikan tempat korupsi dan sarang permainan para mafia minyak,” kata Dahlan Iskan. (Tabloid PRIORITAS, Edisi 8/05-11 Maret 2012 i).

Hubungan Mafia Minyak dengan Pertamina.

Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan pemberitaan tentang PETRAL yang hendak dibubarkan olehu Menteri BUMN Dahlan Iskan, tapi ternyata batal. (Majalah Pemred/ Jacob Ereste)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here