SBSINews – Nama Ahok itu sepertinya menjadi sihir tersendiri yang bisa membuat para terduga teroris muncul kepanasan di media sosial. Berteriak-teriak dengan lantang. Seperti dajal dengar suara doa orang-orang saleh, begitulah reaksi mereka. Mereka baik secara aktif atau pun pasif, perlahan mereka terungkap.
Para terduga teroris sebelum diciduk, melakukan penolakan terhadap Ahok. Ahok langsung dicitrakan dan di-framing sebagai perusuh, mulut kasar, provokator, dan sebagainya.
Teriakan itu saya lihat seperti teriakan putus asa mereka terhadap kedatangan Ahok di BUMN. Erick Thohir, panglima BUMN ini seharusnya ditaati oleh jajaran di bawahnya. Akan tetapi, apa yang terjadi saat ini berbeda dari kenyataan.
Gelombang penolakan itu disuarakan oleh serikat pekerja BUMN. Suara penolakan yang diawali oleh kaum Pendemo Akbar 212 mulai digemakan sampai ke atas. Orang-orang penting dan para mafia BUMN mulai notice dengan “potensi” dan “proposal” para pendemo ini.
Mungkin bagus juga kalau tenaga mereka bisa digunakan – pikir mereka. Biayanya murah. Jika mereka bisa mengarahkan 100.000 orang dengan modal nasi bungkus senilai Rp10.000, artinya hanya bermodalkan 1 miliar “saja”, gelombang penolakan itu bisa dijalankan.
Ya, setinggi-tingginya mark up, seorang dapat 100 ribu alias 10 miliar untuk total ya masih kecil buat para mafia tersebut. Dulu saja bisa sampai 100 miliar. Kalau mafia kelas kakap, 1 triliun pun bisa digelontorkan untuk hal ini. Bahaya sekali.
Para pendemo dianggap punya rekam jejak yang cukup sukses untuk menumbangkan seorang Ahok saat pilkada DKI kemarin. Pilkada terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Meski saat kerusuhan Mei 2019, mereka dibuat mati kutu.
Beberapa hal ini sungguh menarik. Ada hal yang unik. Setelah Ahok dan Erick Thohir bercakap-cakap secara spesifik mengenai Krakatau Steel, mendadak kemarin Densus 88 Antiteror menangkap salah seorang karyawan yang diduga sebagai teroris.
Ini semakin menguatkan dugaan saya bahwa ternyata di tubuh BUMN, ada bibit-bibit terorisme. Penangkapan 4 terduga teroris di provinsi Banten ini, satu di antaranya adalah pekerja PT Krakatau Steel. Posisinya lumayan. Supervisor. Gaji di antara 10-20 juta per bulan. Kemungkinan besar lebih dari itu. Mereka ini musuh negara. Harus dibasmi.
Mari kita simak buka-bukaan Ahok mengenai apa yang ia bicarakan dengan Erick Thohir.
Pak Erick ngundang buat diskusi soal BUMN, ya sudah kita diskusi dari Sarinah, Krakatau Steel, PTPN, perusahaan air minum, macam-macamlah ngobrol.
Kemarin dia (Erick Thohir) ngomong yang paling besar yang paling rumit untuk kepentingan orang banyak itu adalah Pertamina dan PLN. Ada Krakatau Steel juga punya 60 anak perusahaan.
kata Ahok di Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (15/11/2019).
Secara waktu, Ahok memang mengungkap isi percakapannya dengan Erick Thohir pada tanggal 15 November 2019. Akan tetapi, Ahok menceritakan apa yang ia katakan beberapa hari silam, sebelum berita Ahok masuk BUMN viral. Sebelum terduga teroris ditangkap pada tanggal 13 November 2019.
Penulis melihat ada benang merah antara percakapan Ahok dan Erick Thohir secara spesifik Krakatau Steel dengan penangkapan kadal gurun ini. Pihak Krakatau Steel pun sudah mengonfirmasi status karyawan Krakatau Steel yang membawahi 60 anak perusahaan lainnya.
Ahok memang merupakan momok bagi para mafia, kadal gurun dan radikalis. Sesaat mereka tahu Ahok akan menjadi bos BUMN, itu ibarat api yang dilemparkan ke semak kering yang mudah terbakar. Alhasil, terbakar hebat. Mereka panik. Top. Terprediksi. Strategi pasang Ahok terbukti berhasil membuat mereka kocar-kacir.
Di dalam pemikiran penulis, sebetulnya sederhana saja. Selama Indonesia masih disusupi radikalis, kadal gurun, ular beludak, mafia dan sebagainya, jangan harap Indonesia ini bisa maju. Jangan harap visi Indonesia maju secara SDA dan SDM bisa terlaksana.
Indonesia butuh orang-orang tulus yang bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab. Sosok Ahok dinilai cocok untuk mengelola perusahaan. Memang betul, mungkin politik bukan jalannya. Tapi kalau perusahaan, rasanya tidak bisa ada yang membantah atau mengkritiknya.
Apa yang bisa dikerjakan hanyalah mendukung, atau ngedumel. Kalau ada gelombang penolakan, itu pun dikerjakan oleh karyawan. Putuskan saja kontrak mereka. Pecat saja. Masih banyak orang-orang Indonesia, taruna-taruna bangsa ini yang mau bekerja tulus, hanya saja belum dapat kesempatan, karena kesempatan itu ditutup oleh para parasit. Sudah waktunya sapu bersih.
Saat ini adalah waktunya untuk para WNI yang berpotensi untuk melamar pekerjaan di BUMN. Karena mereka yang tidak suka Ahok, hanya tinggal menunggu waktu. Entah mereka berubah, atau dipecat, atau mundur sendiri. (Seword/SM)