SBSINews – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) akan menerapkan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) pada tahun 2020. Tahap awal, jalan berbayar akan diterapkan di Jalan Margonda (Depok), Jalan Daan Mogot (Tangerang), dan Jalan Kalimalang (Bekasi).
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, sampai saat ini BPTJ sedang menyusun road map dan sedang mengkaji regulasi yang ada.
Dalam penerapan ERP tersebut, BPTJ pun akan bertanggung jawab di ruas jalan nasional, sementara pemerintah provinsi akan bertanggung jawab di jalan daerah masing-masing.
“Nanti untuk jalan nasional, diterapkan di jalan Margonda, Depok, jalan Daan Mogot Tangerang, dan Kalimalang, Bekasi. Ini baru untuk tahap I,” tutur Bambang, Kamis (14/11).
Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyambut baik rencana implementasi ERP ini. Menurutnya, pengimplementasian ERP ini memang sudah direncanakan sejak lama.
“Semoga tahun depan terwujud, karena lebih efisien, lebih efektif. Kita tidak perlu memelototi plat nomor lagi, itu hillang saja. ERP lebih berkeadlian. Kalau kamu sanggup bayar, ya bayar saja, kalau tidak sanggup ya jangan lewat itu,” ujar Djoko.
Sistem ERP dinilai akan dapat mengurangi banyaknya penggunaan kendaraan pribadi di kawasan Jakarta. Kebijakan ganjil-genap yang diberlakukan saat ini belum dapat menurunkan jumlah penggunaan kendaraan secara signifikan.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengajukan anggaran Rp 150 miliar untuk program ERP atau jalan berbayar pada tahun 2020.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syarif Lupito saat rapat dengan anggota Komisi B DPRD DKI terkait pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
“Untuk kegiatan jalan berbayar elektronik atau ERP anggarannya Rp 150 miliar,” kata Syafrin di DPRD DKI Jakarta, seperti dikutip Kompas.com, Senin (28/10/2019).
Ia mengatakan, sistem jalan berbayar itu akan mulai beroperasi pada triwulan ke empat tahun 2020. Program itu merupakan bagian dari program untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara di Jakarta.
Syafrin sebelumnya mengatakan, sistem jalan berbayar akan diterapkan di 25 ruas jalan yang saat ini diberlakukan aturan pembatasan kendaraan berdasarkan nomor pelat ganjil dan genap.
ERP nantinya akan diterapkan dengan skema retribusi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
Besaran tarif retribusi kendaraan bermotor yang melintasi kawasan ERP akan ditetapkan dalam peraturan daerah. “Regulasinya PP Nomor 97 sudah menyebutkan bahwa untuk ERP itu tarifnya retribusi,” kata Syafrin.
Sejatinya, Program ERP sudah lama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wacanakan. Di masa Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Pemerintah DKI sempat menggelar lelang jalan berbayar.
Waktu itu, ada dua perusahaan yang Pemerintah DKI prioritaskan dan teknologinya sudah mereka ujicoba, yakni Kapsch dari Swedia dan Qfree asal Norwegia. Tapi, LKPP dan KPPU membatalkan lelang itu tanpa ada alasan yang jelas.
Di era Gubernur Anies Baswedan, Program ERP hidup lagi. Bahkan, Anies menerbitkan Peraturan Gubernur DKI Nomor 25 Tahun 2017 tentang Pengendalian Lalu Lintas dengan Pembatasan Kendaraan Bermotor Melalui Sistem Jalan Berbayar Elektronik.
Sama seperti Ahok, Anies sempat menggelar lelang pada tahun ini. Tapi, Kejaksaan Agung lalu merekomendasikan Pemerintah DKI agar mengadakan ulang proses lelang jalan berbayar yang sudah berjalan.
Cuma akhirnya, Pemerintah DKI membatalkan lelang sekaligus anggaran ERP yang sudah mereka sediakan untuk tahun ini sebesar Rp40,7 miliar. Anggaran itu tadinya untuk membiayai segala kegĀiatan teknis yang menyangkut ERP.
Padahal sebelumnya, Kepala BPTJ Bambang Prihartono sempat menyatakan, kebijakan ERP di Jakarta bakal diterapkan pada akhir 2019. Penerapan jalan berbayar di ruas Sudirman-Thamrin. (Tribun.co.id/SM)