Berdasarkan realase CNN Indonesia, Ronald dari SP BCA meneruskan informasi ini kepada SBSNews selengkapnya berikut ini.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2019 digugat ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan ini diajukan seorang pedagang kopi, Kusnan Hadi, melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (1/11).

Kuasa hukum penggugat, Muhammad Sholeh, mengatakan, kenaikan iuran ini dianggap memberatkan. Pasalnya, besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan mencapai dua kali lipat dari tarif sebelumnya.

“Kami menggugat Perpres 75/2019 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena situasi ekonomi saat ini masih sulit. Tidak pas kalau kenaikan sampai 100 persen,” ujar Sholeh melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com.

Menurut Sholeh, kenaikan iuran BPJS ini memberatkan warga khususnya yang tinggal di daerah. Sebab, terdapat perbedaan penghasilan orang yang tinggal di Jakarta dengan sejumlah daerah di Indonesia lainnya. Padahal kenaikan iuran ini berlaku secara nasional.

“UMK di Jakarta sebutlah Rp4 juta, sementara di daerah ada yang cuma Rp2 juta. Maka menyamakan kenaikan ini memberatkan warga yang ada di daerah,” katanya.

Kenaikan iuran ini, lanjut Sholeh, juga tidak diiringi dengan pelayanan maksimal dari rumah sakit. Selama ini pasien yang berobat dengan BPJS Kesehatan kerap ditolak karena sejumlah persyaratan administrasi. Sementara pihak BPJS Kesehatan sendiri juga tak mengambil sikap menghadapi permasalahan tersebut.

“Selama ini BPJS tidak pernah mendampingi pasien di rumah sakit. Banyak orang sakit yang ditolak karena tidak bawa rujukan berjenjang dan BPJS diam saja,” ucap Sholeh.

Sholeh menuturkan, pemerintah sebaiknya membubarkan BPJS Kesehatan jika memang tak bisa dikelola dengan baik. Apalagi selama ini BPJS Kesehatan cenderung merugi hingga triliunan rupiah. Ia berharap MA membatalkan Perpres tersebut dan mengembalikan pada Perpres 82 Tahun 2018.

“Ketika rugi dibebankan ke peserta BPJS. Lebih baik bubarkan saja dan kembali ke sistem lama di mana pemerintah hanya menanggung orang miskin ketika sakit, bukan seperti BPJS yang mensubsidi orang kaya yang sakit,” tuturnya.

Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani Perpres 75 Tahun 2019 yang memuat ketentuan iuran baru BPJS Kesehatan. Beleid itu mengatur iuran untuk kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan per peserta.

Sementara, untuk kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Secara persentase, kenaikan rata-rata mencapai 100 persen.

Kebijakan ini sontak menuai protes dari berbagai kalangan, masyarakat, pengamat, hingga serikat pekerja. Sebagian besar dari mereka mengaku keberatan untuk membayarkan kenaikan iuran yang kelewat besar. (CNN Indonesia/ Jacob Ereste)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here