DALAM kehidupan di kota, masyarakat meminjam modal atau sejenisnya kepada Bank atau perusahaan finance merupakan hal biasa. Dalam transasksi pinjam-meminjam tersebut cepat atau lambat kredit macet dapat terjadi. Untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban antara peminjam (debitur) dan pemberi pinjaman (kreditur) maka kami mencoba memberi gambaran umum permasalahan terkait kedit macet seperti berikut.

Konsultasi Pertama

Seorang nasabah suatu Bank belum dapat membayar cicilan pinjaman selama 6 bulan.  Adapun jenis pinjaman yang didapat adalah untuk modal usaha mikro, sedangkan atas pinjaman tersebut tanpa agunan.

Pertanyaan: Apakah Bank dapat menjual harta atau rumah jaminan untuk melunasi hutang tersebut?

Jawabannya: Sebelum menjawab pertanyaan di atas, konsultan hukum terlebih dahulu menjelaskan apa itu Bank dan apa fungsinya?

Sesuai Undang-undang tentang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, menjelaskan sebagai berikut:

Pasal 2, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pasal 11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Bahwa terkait dengan Pasal 2 di atas bahwa dana yang ada di dalam Bank adalah dana milik masyarakat yang akan disalurkan kepada masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BACA JUGA: http://sbsinews.id/potret-keadilan-di-sumba-dan-indonesia/

Selanjutnya dikarenakan dana yang disalurkan oleh Bank tersebut adalah merupakan pinjaman masyarakat, maka Bank dalam waktu tertentu akan mengembalikan dana tersebut kepada masyarakat ditambah bunga.

Bahwa Pasal 11 di atas setiap Peminjam dari Bank harus melunasi  utangnya sesuai dengan jangka waktu yang disepakati para Pihak. Bahwa berdasarkan Pasal 11 di atas dan Pasal 1131 KUHPerdata Peminjam wajib melunasi kewajibannya tanpa diingatkan lagi oleh Bank, dengan demikian berdasarkan Pasal 11 UU Perbankan di atas dan Pasal 1131 KUH Perdata di tambah Bukti Perjanjian Kredit antara Bank dan Peminjam (Debitur), bila peminjam tidak melunasi kewajibannya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, maka Bank berhak menjual  harta milik dari Debitur baik yang ada maupun yang akan ada untuk melunasi seluruh kewajiban si Debitur.

Pasal  1131 KUH Perdata, “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Demikian jawaban ini kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Konsultasi Kedua

Seorang nasabah suatu Bank yang saat ini sudah menunggak pinjaman selama 12 bulan. Adapun pinjaman yang diberikan Bank adalah untuk pembelian Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) selama 5 tahun, sekaligus rumah tersebut merupakan jaminan hutang.

Pertanyaan: Apakah Bank dapat menjual rumah jaminan tanpa persetujuan pemiliknya, dan bila rumah jadi dijual bagaimana caranya meningkatkan nilai penjualan rumah tersebut?

Jawabannya: Bahwa jenis pinjaman yang Saudara/i terima nama produknya secara umum disebut Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Bank dalam memberikan pinjaman KPR jaminannya adalah rumah yang dibiayai oleh Bank tersebut.

Bahwa rumah sebagai jaminan yang diberikan kepada Bank lajimnya secara hukum diikat dengan Hak tanggungan sebagai mana maksud dalam Undang-Undang Hak Tanggungan nomor 4 tahun 1996 (UUHT) pasal 1 (1), pasal 8 (1) dan pasal 4 (1).

Pasal 1 (1) intinya: “Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana di maksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-pokok Agraria dan seterusnya…..”

Pasal 8: “Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan”.

Pasal 4: Hak atas tanah yang dapat dibebankan Hak Tanggungan adalah: “Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara dan Hak Pakai Atas Tanah Milik”.

Konsultan hukum mengasumsikan rumah jaminan tersebut telah diikat oleh Bank secara sempurna secara hukum sebagai mana maksud dalam UUHT di atas.

Bahwa pasal 6 menyatakan: “Apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama (dibaca Bank) mempunyai hak untuk menjual objek Hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”.

Mengacu kepada Pasal 6 UUHT di atas maka Bank sebagai pemegang Hak Tanggungan berhak menjual rumah jaminan tersebut tanpa persetujuan dari debitur sebagai pemiliknya.

Bahwa untuk meningkatkan harga penjualan rumah tersebut Pemilik rumah terlebih dahulu melakukan penilaian atas harga rumah secara independen untuk mendapatkan dasar harga penjualan, selanjutnya pemilik rumah mencari sendiri pembeli atau menjualnya melalui pihak ketiga (broker) sebelum Bank menjualnya baik melalui lelang yang berdasarkan putusan pengadilan maupun lelang tanpa putusan pengadilan hal ini sesuai dengan Pasal 20 (ayat 1 dan 2) UUHT dan Pasal 14 ( ayat 3). Dan semoga dengan usaha Bapak/Ibu mendapatkan nilai yang maksimal.

Pasal 20 (ayat 2): “Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak”.

Pasal 14 (ayat 3): “Sertifikat Hak tanggungan sebagaimana dimaksud ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dst…………”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here