JAZIRAH Arab dan kawasan Timur Tengah tidak pernah istirahat sedikitpun dari gangguan Ekstremisme Kanan dan Takfiri dari era Khulafaur Rasyidin abad ke- 4 Masehi hingga saat ini. Sementara Nusantara mulai dihinggapi paham ini dimulai abad ke-18 Masehi, dari Pemerintahan Hindia Belanda hingga Pemerintahan Republik Indonesia saat ini senantiasa menghadapi dampak buruk dari Ideologi tersebut.
Ketika Jazirah Arab berjibaku menghadapi kelompok Irak Suriah Islam State (ISIS), di Indonesia justru ada deklarasi mendukung ISIS. Organisasi bentukan Amerika Serikat ini nampaknya cukup kewalahan menghadapi rezim yang berkuasa di Irak dan Suriah walaupun ISIS sudah menebar teror serta peperangan kurang lebih 7 tahun. Kelompok yang mengkafirkan orang lain selain kelompok mereka (Takfiri) ini memang diproyeksikan untuk mengacaukan bahkan menumbangkan Pemerintahan Irak dan Suriah walau terhitung telah gagal total, namun mereka tidak mungkin meninggalkan Irak dan Suriah.
Lain di Irak dan Suriah lain pula di Iran. Kelompok Shirazi garis keras di Iran menentang kebijakan dan kesepakatan ulama Iran selama bertahun-tahun, mereka menawarkan gagasan ekstrimis yang memicu sektariani yang dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip intelektualitas. Keluarga Shirazi cukup lama menjadi oposisi dengan Pemerintahan Republik Islam Iran. Demonstrasi besar-besaran kelompok Shirazi serta kritiknya terhadap Pemerintahan Mullah (ulama) bahkan menjadi sorotan Internasional. Akhirnya Husein Shirazi pemimpin kelompok Shirazi yang kerap menuduh Ayatullah Sayyid Ali Kemenei layaknya Fir’aun ditangkap otoritas yang berwenang di Qom pada 10 Maret 2018.
BACA JUGA: http://sbsinews.id/ringkasan-penanganan-kasus-zaini-misrin-tki-yang-dieksekusi-mati/
Menghadapi ektrimisme kanan dan kelompok Takfiri di Indonesia pun tidak kalah beratnya. Diantara mereka bahkan secara terang-terangan memanfaatkan semua momentum untuk menunjukkan eksistensinya. Pemilu, Pilpres hingga Pilkada menjadi pesta Isu Sara, Hoax dan Saracen dengan maksud mengganjal lawan politik mereka.
Ketegasan negara dan pemerintah menghadapi kelompok ekstrim kanan dan kelompok Takfiri ini tidak boleh berubah sedikitpun bahkan harus dikuatkan. Kelompok tertentu tetap akan memanfaatkan kelompok ini pada Pilkada Serentak 2018 serta Pileg dan Pilpres 2019. Tidak sedikit elite politik yang memanfaatkan mereka untuk kepentingan politik. Jika negara tidak tegas bukan tidak mungkin Indonesia bisa di Timur Tengahkan. Cukuplah Indonesia menjadi Negara sasaran para pengungsi korban perang dan politik, jangan sampai Indonesia justru menjadi medan perang baru setelah Timur Tengah akibat dari gerakan ekstrimisme Kanan dan Takfiri.
Ditulis Oleh: Andi Naja FP Paraga (19/03/2018)