Catatan Siang
SBSINews – Pemerintah berencana mengeluarkan Inpres sebagai payung hukum untuk memberikan sanksi kepada penunggak iuran yaitu sanksi berupa tidak dapat layanan publik.
Semangat utuk menekankan pada kepatuhan pembayaran iuran adalah baik mengingat tunggakan iuran masih besar Per 30 Juni 2019 lalu saja tunggakan iuran utk 1 bulan sebesar Rp. 3.4 Triliun. Jumlah itu belum termasuk tunggakan 23 bulan lainnya. Kalau dijumlah dengan tunggakan 23 bulan lainnya maka jumlah tunggakan iuran semakin besar bisa menembus Rp. 10 triliun. Penunggak iuran itu ada pemda (untuk PNS daerah dan iuran peserta jamkesdanya), Badan usaha, dan peserta mandiri.
Sebenarnya perangkat hukum pemberian sanksi tidak dapat layanan publik itu sudah ada, jadi tinggal dijalankan saja. Regulasi atas ketentuan Sanksi tidak dapat layanan publik sdh diatur di PP No. 86/2013.
Namun instrumen sanksi ini belum dilaksanakan oleh pemerintah terutama oleh pemerintah daerah atau lembaga yang menjalankan pelayanan publik.
Pasal 20 ayat 1 UU SJSN menyatakan peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Nah ini artinya orang yang menunggak iuran dan orang yang belum mendaftar sebagai peserta JKN bisa dikenakan sanksi di PP 86 tahun 2013 tersebut.
PP 86 juga utuk badan usaha. Pepres No. 111/2013 mewajibkan seluruh Badan Usaha mendaftarkan dan membayarkan iuran pekerjanya ke BPJS Kesehatan. Kalau tidak maka akan kena PP no. 86/2013 yaitu tidak dapat layanan publik seperti IMB, SIUP, TDP dan sebagainya.
Tapi faktanya masih banyak badan usaha yang tidak patuh tapi tidak dapat sanksi layanan publik. Demikian juga dengan masyarakat yang belum mendaftar ke JKN, paling lambat 1 januari 2019 (sesuai Pasal 17 Perpres No. 82/2018), akan dikenakan sanksi tidak dapat layanan publik yaitu yang ada di PP 86/2013 tsb seperti tidak dapat SIM, STNK, IMB dan papsport.
Nah ketentuan tersebut selama ini tidak jalan. Polri, pemda, imigrasi dan sebagainya tidak menjalankan kewenangannya bagi masyarakat yang belum mendaftar atau menunggak.
Saat ini Pemerintah mau buat inpres atau istrumen lainnya. Menurut saya buat apa, kan sudah ada instrumennya. Tinggal dijalankan saja koq. PP 86/2013 tidak efektif dijalankan karena lembaga, kementerian atau pemda yang melaksanakan layanan publik masih mengedepankan ego sektoral sehingga mereka tidak mendukung JKN.
Saya mendukung adanya sanksi tidak dapat layanan publik, tapi sebelum memberikan sanksi tersebut hendaknya BPJS kesehatan meningkatkan pelayanannya kepada peserta sehingga masyarakat tergugah utuk disiplin membayar iuran. Ini yang utama, karena sustainability kesadaran membayar iuran akan terjadi.
Kalau hanya mengandalkan sanksi PP 86 saja maka tidak menjamin keberlanjutan kesadaran membayar iuran. Bisa saja ketika mau ngurus SIM dibayar dulu tunggakannya tapi setelah itu menunggak lagi krn SIM kan 5 tahun sekali.
Satu lagi, apa instrumen sanksi bagi Pemda yang nunggak iuran? ini belum ada. Saya berharap Kemendagri memberikan sanksi kepada pemda yang menunggak iuran.
PP 86 hanya utk bukan penyelenggara negara sehingga perlu ada sanksi kepada pemda.
Saya berharap Presiden memberikan evaluasi atas kinerja lembaga, kementerian dan pemda terkait dgn dukungan mereka kepada JKN.
Inpres no. 8/2017 ttg optimalisasi JKN tidak makskmal dijalankan oleh kementerian, lembaga dan pemda yang ditugaskan dalam mengoptimalkan program JKN sehingga persoalan JKN terus terjadi khususnya defisit JKN.
Semoga Pemerintah lebih serius menangani dan melaksanakan program JKN ini.
Pinang Ranti, 9 Oktober 2019
Tabik
Timboel Siregar