PRESS RELEASE PARTAI BURUH
JAJARTA SBSINews – Ada dua persoalan besar dalam pemberantasan korupsi ditanah air yang tidak mendapat perhatian serius dari penegak hukum, bahkan hampir lenyap dari pemberitaan media.
Dua hal bersar tersebut adalah:
Pertama, Adanya pernyataan yang sangat mengejutkan dari mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua dalam diskusi Islamic Lawyers Forum yang diselenggarakan oleh LBH Pelita Umat pada Minggu (22/09/2019) dengan tema “Revisi UU KPK perlemah pemberantasan Korupsi”.
Pernyataan yang sangat me gejutkan tersebut yaitu: Menyangkut nasib Jokowi, jika kalah Pilpres 2019 maka akan ditangkap dan ditahan, karena berhubungan dengan pembangunan insfrastruktur di berbagai daerah di Indonesia.
Abdullah Hehamahua juga menyatakan bahwa semua proyek pembangunan infrastruktur dari Aceh sampai Papua itu melanggar peraturan perundang-undangan karena menggunakan Keppres, tidak dengan Undang-Undang.
Dan menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama tiga tahun (masa pemerintahan jokowi periode I)berjalan, terdapat ratusan bukti pelanggaran dalam proyek infrastruktur.
Kedua, Ada pernyataan dari Kuasa hukum Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail pada 23/3/2018 yang menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuktikan keterlibatan dua Politikus PDI-P, Puan Maharani dan Pramono Anung di kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Pernyatann Maqdir Izmail tersebut untuk menegaskan kembali apa yang disampaikan Mantan Ketua DPR RI, Setnov dalam sidang Tipikor 22/3/2018 yang menyebut Puan Maharani dan Pramono Anung kecipratan uang panas proyek e-KTP sebesar 500 ribu Dollar Amerika.
Jika dua hal di atas tidak ditanggapi dan ditindaklanjuti secara serius, maka akan timbul prediksi dalam benak kita:
1. Jangan – jangan apa yang disampaikan Abdulah Hehamahuan dan Setya Novanto itu benar. Artinya baik Jokowi, Puan Maharani dan Pramono Anung terindikasi atau adanya dugaan korupsi.
2. Bahwa dapat pula kita mencurigai bahwa revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dipaksakan adalah tindakan memperlemah KPK sehingga apa yang di sampaikan Abdulla Hehamahua dan Setnov didapat dibuka secara terang.
Untuk itu maka dengan ini Partai Buruh menuntut dan mendesak:
1. Presiden Joko Widodo segera mengeleluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undan – Undang untuk membatalkan UU KPK hasil revisi karena telah mendapatkan penolakan dan perlawanan secara luas dan masif yang mengarah kepada kerusuhan dan kegentingan.
UU KPK hasil revisi memuat unsur-unsur memperlemah KPK, maka harus ada penolakan. Kami berharap kepada Presiden agar mengeluarkan perppu.
2. Presiden Jokowi untuk segera memberikan tanggapan dan klarif ikasi atas pernyataan Abdulah Hehamahua, jika tidak maka kami mencurigai presiden terlibat korupsi.
3. Puan Maharani dan Pramono Anung atau PDIP untuk segera mengklarifikasi apa yang disampaikan Setnov dan Kuasa Hukumnya agar kami tidak mencurigai bahwa revisi UU KPK ada kaitanya untuk menghambat pemberantasan korupsi khususnya korupsi EKTP seperti yang sudah dibuka Setnov dan Kuasa Hukumnya.
Demikian Press Release Partai Buruh.
Jakarta, 07 Oktober 2019
Dewan Pimpinan Pusat
Partai Buruh
(Agus Supriyadi,SH., MH.)
Plh Sekretaris Jenderal