SBSINews – Massa membakar Gedung DPRD Papua Barat dan gedung penjualan mobil di Manokwari, Papua Barat, sementara massa dalam jumlah besar menggelar longmarch di Kota Jayapura, Senin (19/08), memprotes tindakan kekerasan aparat atas aksi mahasiswa Papua di Jatim.
Adapun Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui mobilisasi massa di Manokwari dan Jayapura dipicu dari kasus penangkapan mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Sabtu (17/08) lalu.
“Ini sekali lagi kejadian di Surabaya dan Malang, itu hanya peristiwa kecil semula yang saat ini sudah dilokalisir, dan diselesaikan oleh Muspida setempat, baik Ibu Gubernur, Kapolda atau Pangdam,” jelas Tito kepada media, Senin (19/08).
Demo mahasiswa papua: Tindakan polisi tangani pengunjuk rasa diibaratkan ‘menghalau asap, bukan api’
Korban meninggal akibat konflik di Nduga, Papua 182 orang: ‘Bencana besar tapi di Jakarta santai-santai saja’
Pengungsi Nduga, Papua : Perempuan yang bertaruh nyawa melahirkan anak di tengah konflik senjata
Namun, kata Tito, terjadi kesimpangsiuran informasi. Berita bohong atau hoaks pun tersebar hingga bum cendrawasih. Salah satu hoaks adalah berita mengenai kematian seorang warga Papua.
“Ini hoaks. Nah, ini berkembang, ada yang mengembangkan di Manokwari berkembang kemudian di Jayapura, dan kemudian terjadi mobilisasi massa,” kata Tito.
“Dan ada pihak-pihak yang mengembangkan informasi-informasi seperti itu untuk kepentingan mereka sendiri,” katanya sambil meminta warga di Papua dan Papua Barat tidak terpancing oleh berita bohong.
Massa turun ke jalan di Jayapura
Sementara, ribuan orang dari berbagai distrik berbondong-bondong bergerak ke pusat kota Jayapura, menuju ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), sebagaimana dilaporkan wartawan Engel Wally.
Engel mengatakan gerakan tersebut tidak diakomodir satu komando, tapi bersifat spontan dan cair.
Sampai pukul 12.00 WIB, mereka berdemonstrasi sambil membawa spanduk-spanduk yang berisi ujaran menentang apa yang mereka sebut sebagai rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Unjuk rasa juga terjadi di Sentani. Aksi itu diinisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Gerakan angkatan muda Kristen Indonesia (GAMKI), juga terjadi di Sentani.
Ratusan massa yang berkumpul di pertigaan bandara Sentani itu mengutarakan sembilan tuntutan.
Salah satunya, mereka meminta presiden dan Kapolri untuk menindak oknum aparat hukum yang terlibat aksi rasisme.
Aksi pembakaran di Manokwari
Di Jalan Yos Sudarso, sekitar pukul 10.00 WIB, seperti dilaporkan wartawan di Manokwari, Safwan Ashari, sebagian massa dilaporkan melakukan pembakaran gedung penjualan mobil.
Sebelumnya, sekelompok orang dilaporkan melakukan pembakaran Gedung DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/08) pagi.
Aksi pembakaran ini terjadi setelah unjuk rasa ini berakhir rusuh, setelah sekelompok orang menggelar unjuk rasa memprotes tindakan aparat kepolisian terhadap aksi demo mahasiswa Papua di sejumlah kota di Jawa dan tempat lainnya.
Dalam waktu hampir bersamaan, massa pengunjuk rasa dilaporkan melempari pejabat setempat dan aparat keamanan yang berencana mengajak dialog para pengunjuk rasa.
Unjuk rasa semula berjalan damai, namun belakangan menjadi rusuh, demikian lapor Safwan, setelah terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan massa.
Akibat unjuk rasa yang berakhir rusuh, aktivitas masyarakat di kota Manokwari nyaris lumpuh. “Warga menghentikan aktifitasnya,” kata Safwan saat dihubungi melalui sambungan telepon, sekitar pukul 10.00 WIB.
Sejumlah media nasional sebelumnya melaporkan, melalui tayangan video sekitar pukul 09.00 WIB, gedung DPRD di Manokwari terlihat terbakar dan asap tebal membumbung tinggi.
Belum jelas siapa pelaku pembakaran gedung DPRD, namun sejumlah pejabat di Papua Barat dilaporkan telah mengklarifikasi terbakarnya gedung tersebut.
Sekelompok orang dilaporkan menutup jalan-jalan protokol di Manokwari, dengan antara lain membakar ban bekas.
Para pejabat setempat, seperti Wakil Gubernur Papua Barat, Muhammad Lakotani, dilaporkan akan berusaha menemui perwakilan pengunjukrasa untuk melakukan dialog, demikian laporan stasiun televisi Kompas, Senin, pukul 09.15 WIB.
Wartawan Kompas TV melaporkan massa pengunjukrasa bertambah, setelah mereka sebelumnya memblokade sejumlah jalan protokol di Manokwari.
Unjuk rasa semula dilaporkan berjalan tertib, yang ditandai aksi membawa spanduk dan poster. Mereka dilaporkan memprotes tindakan kekerasan aparat kepolisian, baik verbal ataupun fisik, terhadap unjuk rasa mahasiswa Papua di sejumlah kota di Jawa dan tempat lainnya, Sabtu (17/08) lalu.
‘Kerusuhan Manokwari buntut aksi penangkapan mahasiswa’
Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya menilai kasus kerusuhan di Manokwari, Papua Barat dan sejumlah wilayah lainnya di Papua merupakan buntut aksi penangkapan mahasiswa Papua di sejumlah tempat, termasuk ujaran rasis, oleh aparat keamanan di Surabaya.
“Seharusnya dewasa pola pikir kita, dan pola pikir juga kedekatan kita, kita juga punya hukum. Kenapa saat itu muncul kata-kata tidak baik,” kata Lenis kepada BBC Indonesia, Kamis (19/08).
Setidaknya 213 orang yang terdiri dari mahasiswa Papua dan kelompok solidaritas ditangkap saat hendak melakukan aksi demonstrasi damai terkait New York Agreement di sejumlah kota seperti Ternate, Ambon, Malang, Surabaya, dan Jayapura pada akhir pekan lalu.
Lenis meminta TNI untuk memproses hukum oknum aparat yang melontarkan kata-kata rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Sebanyak 42 mahasiswa Papua ditangkap saat itu. “Ada video-videonya, kan penegak hukum bisa menangani toh. Supaya (bisa) meredam,” katanya. (Sumber: BBCNews)