Oleh : Erizeli Jely Bandaro

Selama lima tahun kekuasaan Jokowi, Megawati memilih diam. Namun diam bukan berarti tidak tahu apa apa. Dia mengamati dengan baik situasi politik dari waktu ke waktu. Megawati politisi yang tidak menggunakan retorika sebagai senjata untuk menghadapi lawan. Dia menggunakan jalur konstitusional dengan cara cerdas dan sistematis. Mengapa ? Dia sangat percaya bahwa pembangunan bangsa ini hanya bisa jalan apabila perubahan terjadi karena konstitusi, bukan karena agitasi dan anarkis mayoritas. Lewat konstitusi konsesus terbentuk demi NKRi dan Pancasila.

Kekalahan Ahok dalam Pilkada DKI, itu disikapi PDIP dengan legowo. Semua elite PDIP menyadari bahwa Ahok dikalahkan oleh kekuatan massa Islam melalui politisasi agama. Namun bagi Megawati itu bukan hal sederhana. Kalau Ahok dikalahkan secara politik real, Megawati bisa menerima. Tetapi Ahok dikalahkan, dengan membenturkan politik identitas VS politik kebangsaan. Para pemain politik dibalik kemenangan Anies -Sandi adalah orang yang sengaja menyudutkan politik kebangsaan dalam ancaman yang serius bagi masa depan bangsa.

Naluri politik Megawati terpancing untuk membenahi situasi ini. Tapi untuk menghentikan begitu saja proses politik yang sedang terjadi juga tidak mungkin. Dia diam dan terus mengamati. Setelah Anies terpilh sebagai Gubernur. Jokowi bersikap tegas untuk merevisi UU Ormas.

Kekuatan politik PDIP di Senayan melakukan tarung yang tidak mudah di DPR agar Perpu UU Ormas di syahkan. Akhirnya Perpu itu bisa di syahkan oleh DPR. Walau akhirnya PD, Gerindra, PKS, PAN memberikan berbagai catatan atas disyahkannya UU Ormas itu namun tidak mengurangi kemenangan PDIP terhadap agendanya.

Bersamaan dengan itu UU ITE juga direvisi oleh Jokowi. Kembali PDIP melalui lobi di DPR melakukan upaya agar revisi itu bisa di syahkan. Kalau tadi UU ITE sangat sulit membuktikan seseorang jadi tersangka, tetapi dengan UU ITE berdasarkan delik aduan, siappun bisa jadi pelapor untuk menjerat pelaku ujaran kebencian di sosial media. Maka jadilah UU ITE sebagai momok menakutkan bagi aktifis demokrasi yang hendak melakukan agitasi terhadap pribadi kepala negara maupun orang lain yang berbeda.

Saya yakin selama proses politik untuk menggolkan agenda itu, Megawati jadi paham siapa sebenarnya dalang yang membenturkan politik kebangsaaan dengan Islam. Gerindra pun semakin sadar bahwa dia hanya dimanfaatkan oleh penumpang gelap untuk memanfaatkan Prabowo melawan politik kebangsaan.

Apalagi ketika kunjungan Anies ke Ketua Umum NasDem Surya Paloh tanpa izin dari Gerindra. Belum lagi soal penggantian Wagub DKI yang bertele tele. BG sebagai ketua BIN tentu punya data untuk meyakinkan Prabowo bahwa dia sudah masuk trap petualang politik, para penumpang gelap yang menjadi dalang berkumpulnya kelompok islam disekitar Prabowo.

KIta hanya tahu sikap politik Megawati akhir akhir ini menunjukan siapa lawan dan siapa kawan. Manuver politik Megawati memberikan sinyal agar Prabowo mendekat, itu sudah memberikan petunjuk bahwa “pihak lawan” itu adalah orang yang selama ini ada di koalisnya sendiri. PDIP akan memberikan dukungan politik kepada Gerindra untuk tidak lagi mencalonkan Anies.

Kalau partai lain ikut mencalonkan ANies, maka PDIP dan Gerindra akan berkoalisi melawan Anies. Dan bersama sama pula berjuang mengamandemen UUD 45 secara terbatas dengan membuat tap MPR tentang SARA. Kemungkinan PDIP akan mendukung Gerindra jadi ketua MPR.

Kita orang awam hanya menilai dari permukaan saja, dari berita media massa. Tetapi apa yang sebenarnya terjadi di kalangan elite politik kita tidak paham. Kalau kita anti politik identitas, politisasi agama lewat perang di sosmed, namun by design Megawati dengan dukungan team PDIP di Senayan melakukan perubahan UU agar secara konstitusi tidak ada lagi peluang “bagi penumpang gelap” yang ingin memanfaatkan politisasi agama untuk tujuan pragmatis.

Megawati tidak pernah membenci Islam. Itu dibuktikannya dengan menunjuk Ma’ruf Amin sebagai wapres Jokowi. Megawati hanya tidak ingin islam ditunggangi oleh penumpang gelap yang dampaknya bisa mengancam NKRI. Mengapa? Tujuan penumpang gelap itu hanya agenda bisnis. Bisnis rente.

Mereka engga peduli karena itu indonesia jadi Suriah kedua. (ANFPP)

Copas Babo EJB

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here