SBSINews – Rasa haru dan kesedihan setelah Mbah Maimun Zubair meninggal dunia,tak hanya menimpa para murid-muridnya, tetapi juga hampir semua manusia yang pernah merasakan keteduhan dan kesejukan ajaran beliau.
Sehari setelah wafatnya Mbah Kyai Haji Maimun Zubair (Rembang, 28 Oktober 1928 – Mekkah, 6 Agustus 2019), Paroki Santo Yosef, Mojokerto, Jawa Timur, mengadakan misa mengenang kebaikan ulama dari Pesantren Al Anwar itu. Gereja Katolik yang berdiri sejak 1933 di Jawa Timur itu, pada malam Natal 2000 pernah mendapat teror bom.
Meskipun terjun dalam gelanggang politik, dalam pandangan keagamaan, Mbah Maimun seorang pluralis. Karena itu, keberadaannya membawa rasa nyaman bagi sesama, apa pun agamanya. Kiai yang dianugerahi usia hingga lanjut ini, dipenuhi cinta dari kaki hingga ubun-ubun. “Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah, barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akhirat.” Nasehat Mbah Mun suatu ketika. Lha kepada semut saja saja kita diajari untuk “tidak tega”, apatah lagi pada sesama manusia.
Sepuluh tahun yang lalu, Gus Dur mendapat penghormatan serupa. Dan hingga kini, kuburnya tak sepi dari peziarah, dan mereka datang dari semua pemeluk agama, semua mendoakan dan mengenang kebaikan Bapak Toleransi Indonesia itu. Sampai-sampai, Andree Feillard, cendekiawan perancis, yang atheis, dan tak pernah ke Gereja, ketika mendengar kabar Gus Dur sakit, segera singgah ke sebuah katedral yang kebetulan ada di sekitar tempat yang dilaluinya untuk memanjatkan doa.
Begitulah orang baik itu, dikenang kebaikannya oleh yang masih hidup, dan menjadikan usianya lebih panjang dari batas umurnya. “Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu.” (Amsal 3:1-2)
Sugeng tindak Mbah Moen, ngaso kanthi tentrem ing pangayunan Gusti Allah.. (ANFPP)