Oleh : Andi Naja FP Paraga
Hari Pencoblosan sudah selesai lebih dari satu bulan, Penetapan hasil Pileg dan Pilpres sudah berlalu hampir dua pekan, pembacaan Putusan Sidang sengketa PHPU di Mahkamah Konstitusi sudah lebih dari seminggu, namun tidak terlihat adanya keseriusan kubu 02 dalam merespon keinginan kubu 01 untuk segera bertemu, bahkan inisiatif itu beberapa kali datang dari Presiden Terpilih sekaligus Petahana.
Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla dan beberapa tokoh nasional mengharapkan adanya rekonsiliasi pasca Pemilu khususnya rekonsiliasi ditingkat Capres – Cawapres.
Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan termasuk tokoh yang mengupayakan adanya pertemuan itu. Tapi nyatanya hingga saat ini tak kunjung terealisasi dan anehnya frase rekonsiliasi ini terus menggelinding seperti bola api karena adanya pihak – pihak yang memunculkan statemen seolah – olah keinginan baik ini semakin jauh panggang dari api, jadi panggang tak pernah menjadi matang.
Dari media televisi tak kurang menjadikan rekonsiliasi sebagai topik diskusi dengan menghadirkan perwakilan Timses Paslon 01 dan 02.
Bola liar ajakan bergabung dalam Kabinet Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf semakin liar. Aneh tapi nyata dan membuang ketercengangan banyak pihak.
Ajakan Joko Widodo untuk bersama – sama membangun bangsa dan negara bahkan memungkinkan pihak 02 bergabung dalam kabinet justru tidak serta merta upaya mewujudnya rekonsiliasi menjadi nyata.
Anehnya justru muncul keinginan jatah menteri. Spontan Para Pendung Jokowi-Ma’ruf di media sosial maupun dalam beberapa diskusi menjadi tidak nyaman. Tidak lama berselang Partai-Partai Pengusung 01 mulai membuat statemen yang tidak menghendaki bergabungnya 02 dalam Kabinet.
Inikah rekonsiliasi itu, rekonsiliasi jenis apa ini. Mungkinkah kita bisa menerima pihak yang tidak berlelah – lelah memenangkan Paslon 01 demi rekobsiliasi seketika mendapatkan keuntungan begitu besar. Kenapa semua tiba-tiba kehilangan akal sehat. Bukankah sebuah keniscayaan bahwa pihak yang kalah seharusnya menerima kekalahan tanpa reserve. Bukankah dibelahan dunia manapun pihak yang menang memiliki Hak Penuh untuk membentuk Tim Pemerintahannya sendiri.
Frase Rekonsiliasi tidak pernah muncul sebagai istilah menyelesaikan hiruk pikuk pemilu di Era Orde Lama selama 22,6 Tahun dan Era Orde Baru selama 32 Tahun walaupun telah berkali-kali melangsungkan pemilu.
Menangnya Donald Trump terhadap Hillary Clinton pada Pilpres Amerika Serikat walaupun sempat muncul protes terhadap hasil pilpres tapi tidak berlangsung lama. Pihak Hillary Clinton sebagai pihak yang kalah menerima kekalahan tanpa syarat.
Tidak ada pula tawaran rekonsiliasi dari pihak Donald Trump Presiden dari Partai Republik kepada Partai Demokrat untuk mengisi kabinet pemerintahan Donald Trump. Lantas dari negara demomrasi mana contoh ide rekonsiliasi bersyarat ini diambil. Demokrasi kita semakin aneh saja. Terus terang Publik tidak dicerdaskan dengan hal ini bahkan justru publik merasa dipertontonkan hal aneh.
Sudahlah, stop bicara rekonsiliasi seakan akan bangsa ini habis perang saja. Pemilu adalah Pesta Demikrasi bukan peperangan. Jika ada pihak tertentu yang menyabut pemilu 2019 adalah Perang Badar atau Perang Uhud ini hanya orang-orang yang tidak siap berdemokrasi.
Mari fokus kepada agenda penyusunan Tim Kerja Pada Kabinet 2019 – 2024. Pilihlah dan tetapkan Figur-figur yang sungguh-sungguh mampu dan profesional mengerjakan agenda Pemerintah. Pilihlah figur yang berani mengeksekusi program dengan cepat dan tepat. Pengalaman pahit mengakomodir pihak lain dalam Kabinet Jokowi-JK jangan terulang lagi karena menjadi duri dalam daging.(06/07/19)