Catatan Siang
Kartini berjuang agar harkat martabat kaum perempuan Indonesia bisa lebih baik. Perjuangan Kartini ini terus berproses hingga saat ini. Tentunya dalam proses tersebut masih ada hambatan-hambatan yang muncul, baik dari sisi regulasi, budaya maupun aspek sosiologis lainnya.
Salah satu regulasi yang menjadi penghambat perjuangan Kartini adalah Pasal 52 ayat (1r) Perpres No. 82 Tahun 2018 ttg Jaminan Kesehatan, yang menyatakan bahwa korban penganiayaan, kekerasan seksual, trafficking dan terorisme tidak dijamin oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Di regulasi sebelumnya yaitu Perpres no. 19 tahun 2016, korban2 tsb dijamin oleh JKN.
Perempuan kerap kali menjadi korban penganiayaan, kekerasan seksual, dan trafficking. Data Komnas Perempuan menyebut jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus. Jumlah kekerasan naik drastis dari tahun sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus. Tentunya kaum perempuan juga banyak yang mengalami penganiayaan dan menjadi korban traffiking.
Pasal 52 ayat (1r) ini tidak ramah terhadap perempuan. Pasal 52 ayat (1r) ini sangat menyulitkan kaum perempuan untuk mendapatkan hak konstitusionalnya yaitu hak atas jaminan kesehatan ketika menjadi korban penganiayaan, kekerasan seksual dan trafficking. Kalau hal2 ini tdk dijamin oleh JKN maka perempuan yang sudah menjadi korban akan diposisikan lagi sebagai korban oleh JKN.
Seharusnya Presiden menghapus Pasal 52 ayat (1r) ini supaya perempuan tidak menjadi korban berkali kali.
“Habis Gelap Terbitlah Terang yang Diredupkan JKN”
Pinang Ranti, 22 April 2019
Tabik
Timboel Siregar