SBSINews – Aksi Kamisan akan menginjak umur 12 tahun pada aksi di depan Istana Negara, Kamis (17/1/2019).
Sejak 18 Januari 2007, para korban dan keluarga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat beraksi mengenakan pakaian dan atribut serba hitam.
Mereka menuntut tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus HAM berat di Indonesia, seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok dan Tragedi 1965.
Kendati demikian, belum ada langkah konkret dari negara yang mampu menjawab tuntutan para korban dan keluarga.
Untuk itu, guna memperingati 12 tahun Aksi Kamisan, berikut fakta-fakta yang perlu dicermati.
1. Apa itu Aksi Kamisan ?
Kamisan adalah aksi damai sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia.
Setiap Kamis pukul 16.00-17.00 WIB, mereka mengenakan pakaian dan atribut serba hitam, berdiri, diam, dan berpayung hitam bertuliskan berbagai kasus pelanggaran HAM.
2. Kenapa Ada Kamisan ?
Kamisan hadir sebagai bentuk aksi dari para korban dan keluarga Tragedi 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, dan korban pelanggaran HAM lainnya.
Mereka meminta negara untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut yang sekarang masih terhambat di Kejaksaan Agung.
3. Berapa kali Kamisan digelar ?
Sejak 18 Januari 2007 dimulai, Kamisan kini sudah menggelar aksi di depan Istana Negara sebanyak 570 kali dengan dua era pemerintahan yang berbeda, yakni pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.
4. Siapa saja yang ikut Kamisan ?
Salah satu penggagas Kamisan, Maria Katarina Sumarsih mengungkapkan, pada tahun 1999, dirinya bersama korban dan keluarga pelanggaran HAM membentuk sebuah paguyuban, yaitu Paguyuban Korban/Keluarga Korban Tragedi Berdarah 13-15 Mei 1998, Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (24 September 1999), dan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TruK).
“Mereka sampai sekarang berjuang mencari keadilan, tapi ternyata tidak mudah walau Indonesia adalah negara hukum,” kata Sumarsih yang ditemui dalam dikusi publik 12 tahun Kamisan di Gedung Joang 45, Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Sejumlah aktivis mengikuti aksi Kamisan ke-500 yang digelar Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Dalam aksi bersama itu mereka menuntut komitmen negara hadir menerapkan nilai kemanusiaan dengan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Sejumlah aktivis mengikuti aksi Kamisan ke-500 yang digelar Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (27/7/2017). Dalam aksi bersama itu mereka menuntut komitmen negara hadir menerapkan nilai kemanusiaan dengan komitmennya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
5. Sampai kapan Kamisan terus digelar ?
Sumarsih mengisahkan, sejak awal menggelar Kamisan, dirinya pernah mengungkapkan bahwa Kamisan berhenti jika hanya tersisa tiga orang yang melakukan aksi.
“Namun hingga kini justru yang ikut Kamisan makin banyak, terutama anak muda. Sekecil apapun itu harapannya, kami akan terus melakukan Kamisan,” ungkap Ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta yang tertembak saat kerusuhan Mei 1998.
6. Didukung anak muda.
Seperti yang diungkapkan Sumarsih, banyak anak muda yang kini ikut berpartisipasi dalam menyerukan Kamisan. Dia menyebut sudah banyak mahasiswa yang membuat skripsi, disertasi, film, lagu, hingga esai foto tentang Kamisan.
“Siswa SMP dan SMA pun ada yang ikut. Yang membuat film bahkan mendapatkan penghargaan seperti film Payung Hitam karya Chairun Nissa yang diputar di festival film luar negeri,” ucap Sumarsih.
Menurutnya, Kamisan adalah aksi kerja sama dengan aktivis lainnya. Ia mencontohkan, di Ternate, Palu, dan Samarinda memulai Kamisan yang digagas anak muda.
7. Alami pelarangan.
Sumarsih menyebut di Indonesia sudah ada 30 kota yang menggelar Kamisan hingga saat ini. Namun demikian, di beberapa kota ada yang mengalami pelarangan Kamisan, bahkan dituduh bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Di Bogor pernah dilarang oleh polisi dan juga ada organisasi masyarakat (ormas) yang menganggap anggota Kamisan adalah orang-orang PKI,” imbuhnya.
Baca juga: Aksi Kamisan ke-552 dan 14 Tahun Meninggalnya Munir…
Tak hanya di Bogor, lanjutnya, di Bukittinggi, Sumatera Barat, juga pernah dilarang di aksi Kamisan ke-13 lantaran dianggap PKI.
8. Ada 540 surat tidak direspons presiden.
Dalam aksi Kamisan ke-570, kata Sumarsih, aktivis dan korban pelanggaran HAM akan menyerahkan buku memori yang berisi 540 lembar surat.
“Itu surat-surat yang pernah kami kirim ke presiden era SBY dan Jokowi. Akan kami serahkan agar siapapun pemimpin yang baru akan menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
Isi surat tersebut bermacam-macam, seperti kumpulan puisi-puisi yang diberikan di era SBY, surat kritikan terhadap pembentukan komite tim gabungan penyelesaian HAM berat, dan sebagainya.
Dia menjabarkan, 540 surat itu terbagi menjadi 339 surat yang ditujuan pada era SBY dan 201 surat di era Jokowi.
Hanya sekali diajak masuk istana untuk bertemu presiden
Peserta aksi kamisan bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada 31 Mei 2018. Pertemuan itu merupakan yang pertama setelah 11 tahun mereka melakukan aksinya.
Dalam pertemuan itu, peserta Kamisan menuntut agar Jokowi mengakui kasus pelanggaran HAM yang sudah masuk dalam tahap penyelidikan di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kasus itu, yakni seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa 13-15 Mei 98, Talangsari, Tanjung Priok, dan tragedi 1965.
Setelah adanya pengakuan dari negara, peserta aksi Kamisan juga menuntut agar kasus-kasus itu segera diproses Kejaksaan Agung.
“Ini menjadi tanggung jawab Jaksa Agung untuk melanjutkan ke tingkat penyidikan,” kata Sumarsih. (Sumber: KOMPAS.com)