Jelang Hari Raya Idul Fitri, pemerintah semakin memperketat aturan mudik. Salah satunya melalui penerbitan Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran COVID-19 selama bulan Ramadhan 1442 Hijriah.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan hal ini dilakukan guna mengendalikan lonjakan kasus COVID-19. Mengingat saat ini Indonesia memiliki tren perkembangan COVID-19 yang cukup baik dibanding 5 negara dengan kasus aktif tertinggi, Amerika Serikat (6.812.645), India (2.822.513), Brasil (1.099.201), Prancis (995.421) dan Turki (506.899) berdasarkan data World Health Organization (WHO).
Dia pun memaparkan beberapa alasan pelarangan mudik sebagai berikut.
1. Peningkatan Mobilitas Penduduk
Wiku memaparkan peningkatan mobilitas penduduk berdampak pada peningkatan jumlah kasus aktif. Adapun data keterkaitan mobilitas dan peningkatan kasus terjadi selama periode 1 Januari-12 April 2021 di Riau, Jambi dan Lampung.
“Ketiga provinsi ini menunjukkan tren peningkatan mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan, yang beriringan dengan tren peningkatan jumlah kasus aktif,” ujar Wiku dalam keterangan tertulis, Senin (3/5/2021).
Secara rinci Wiku menjelaskan di Provinsi Riau menunjukkan kenaikan mobilitas penduduk sebesar 7%, diiringi kenaikan kasus aktif mingguan sebesar 71%. Di Jambi, kenaikan mobilitas penduduk sebesar 23% berdampak pada kenaikan kasus aktif mingguan 14%. Sedangkan di Lampung, kenaikan mobilitas mencapai 33%, dan diiringi kenaikan jumlah kasus aktif mingguan sebesar 14%.
Melihat hal ini, Wiku pun mengajak masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati saat bepergian, khususnya selama libur Lebaran. Pasalnya, pada libur mudik Lebaran 2020, terjadi lonjakan kasus COVID-19 hingga 600 kasus setiap harinya.
2. Risiko Besar
Lebih lanjut Wiku mengatakan mudik memang menjadi momen silaturahmi, tapi hal ini dapat berisiko besar di saat pandemi. Di tengah pandemi, Wiku menjelaskan melindungi keluarga dan saudara dengan tidak mudik menjadi cara untuk menunjukkan kasih sayang. Hal ini tentunya akan mencegah keluarga terhindar dari penularan COVID-19
“Lansia mendominasi korban jiwa akibat COVID-19, yaitu sebesar 48%. Untuk itu, pemerintah meminta masyarakat urung mudik untuk menjaga diri sendiri dan keluarga kampung halaman dari tertular COVID-19,” ujar Wiku.
3. Potensi Peningkatan Kasus & Kematian
Wiku menyebut momen libur panjang kerap berdampak pada lonjakan kasus COVID-19. Meningkatnya kasus berpotensi meningkatnya angka kematian. Angka kasus kembali naik pun dapat berdampak langsung terhadap keterisian tempat tidur di rumah sakit.
“Dan yang paling kita takutkan tentunya adalah naiknya angka kematian,” kata Wiku.
4. Sarana Penularan COVID-19
Wiku menambahkan perjalanan mudik juga berpotensi menjadi sarana penularan COVID-19. Hal ini mengingat surat hasil tes negatif tidak menandakan seseorang terbebas dari COVID-19. Ia mengatakan peluang tertular dalam perjalanan selalu terbuka dan jika hal ini terjadi tentunya dapat membahayakan keluarga di kampung halaman.
5. Virus Tak Kenal Batas Teritorial Negara
Adanya peniadaan mudik juga berdasarkan kondisi ditemukannya mutasi virus yang menular dari satu negara ke negara lain, termasuk di Indonesia. Dalam menghadapi ancaman ini, Wiku mengatakan pemerintah melalui lintas kementerian/lembaga bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) telah melakukan pembatasan mobilitas baik antarnegara maupun antardaerah.
Di samping itu, Wiku menyebut bahwa pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan khusus melalui surat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi terkait India, negara yang sedang mengalami krisis COVID-19. Adapun Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari India akan ditolak masuk dan pemberian visa bagi WNA asal India ditangguhkan sementara.