SBSINews – PENYIMPANGAN pencairan dana BPJS Kesehatan bukan hanya isapan jempol. Tim Intelijen Kejati Sumut menemukan penyimpangan pencairan dana BPJS di salah satu rumah sakit (RS) swasta di Sumut. Penyimpangan ini diperkirakan membuat kerugian negara hingga mencapai angka Rp 5 miliar per satu rumah sakit. Ini yang diduga ikut andil mengakibatkan Defisit BPJS Kesehatan tahun 2018 capai Rp 16,5 triliun.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sumut Leo Simanjuntak menyebutkan bahwa pihaknya telah menemukan satu rumah sakit yang melakukan penyimpangan ini berdasarkan hasil operasi intelijen. “Jadi pada tahun 2019 intelijen Kejati Sumut berhasil mengungkap kasus penyimpangan pencairan dana BPJS kesehatan di sebuah rumah sakit swasta di Medan.
Saat ini kasus sudah dilimpahkan ke bidang Pidsus untuk dilakukan penyelidikan,” katanya kepada Tribun di Kantor Kejati Sumut, Sabtu (20/7/2019). Ia mengungkapkan selain dari satu rumah sakit ini saja, pihak intelejen juga menemukan 40 hasil operasi lainnya di rumah sakit maupun klinik yang berpotensi melakukan hal yang sama.
“Ada 40 rumah sakit yang menjadi potensi, hasil penilitian intelejen secara besar telah menyita data-data singkat yang kami lakukan.
Jadi dari tahun 2014 sampai 2018 jadi potensi kerugian negara mencapai Rp 5 miliar per satu rumah sakit,” katanya. Leo menerangkan bahwa potensi kerugian inilah yang berkontribusi membuat kerugian defisit BPJS Kesehatan di tahun 2018 mencapai Rp 16,5 triliun.
“Kami intelijen melakukan operasi yang cukup besar ketika mendapatkan informasi bahwa negara mendapatkan kekurangan terhadap dana BPJS 16,5 triliun.
Lalu kitta mencoba mentelusuri MoU yang ada terkait tentang ada di dana BPJS.
Ternyata dari operasi intelejen yang kita lakukan ditemukan ada manipulasi jumlah terkait hasil penelitian rumah sakit yang kemudian semua ini diajukan ke dana BPJD kemudian cair di Sumut,” katanya.
Leo membeberkan bahwa terhadap satu rumah sakit yang sudah terbukti melakukan penyelewengan dana BPJS akan segera dilakukan pemeriksaan surat dan saksi.
“Jadi ini sudah kita serahkan ke Pidsus, mereka bisa melakukan tindakan-tindakan penyitaan surat-surat, pemeriksaan saksi-saksi mendalam.
Mudah-mudahan ini bisa kita ungkap, apakah benar atau tidak operasi intelijen, kita serahkan pada pidsus dan kita intelejen tidak diam sampai disitu intelijen akan menelusuri terhadap rumah sakit dan klinik lainnya,” tegasnya.
Bahkan, Pria yang sudah dipromosikan menjadi Koordinator Jamintel Kejagung ini akan menurunkan setiap Kejari di seluruh Sumut untuk fokus menangani satu rumah sakit di daerahnya.
“Ini menjadi titik kita untuk melakukan secara besar-besaran serentak di seluruh Kejari di Sumut dan sudah turun dan dari 40 RS itu beberapa sudah meneliti yang berpotensi hal yang sama yaitu penyimpangan dana BPJS. Jadi kalau ada 38 kejari fokus 1 rs saja sudah ada 38 rumah sakit,” ujarnya.
Modus Manipulasi Biaya Pasien
Lebih lanjut, Leo menjelaskan cara rumah sakit menyelewengkan dana BPJS adalah dengan memanipulasi biaya pasien dan obat-obatannya.
“Manipulasi-manipulasi ini yang berpotensi terhadap keuangan negara, baik itu manipulasi pasien, manipulasi kesehatan dan manipulasi obat bisa terjadi hal-hal yang manipulatif.
Sehingga diklaim itu pembayaran obat, rumah sakit, rawat inap, padahal itu ada, jadi beberapa yang manipulatif,” ungkapnya.
Leo mengatakan agar rumah sakit maupun klinik untuk menghentikan cara-cara curangnya menyelewengkan dana BPJS karena akan berurusan dengan hukum.
“Kalau 5 miliar ini terjadi sampai lebih dari satu RS, belum seluruh Indonesia, ini sangat mengkhawatirkan dan mengecewakan bagi kita kalau ini sampai benar-benar terjadi.
Jadi kita minta stop RS dan klinik yang mencoba melakukan upaya seperti itu hari ini kita minta diberhentikan,” ujarnya.
Tunggakan BPJS
Besarnya hutang BPJS kepada rumah sakit seluruh Indonesia sangat besar. Mencapai 6,5 triliun rupiah.
Menurut Ketua Umum , Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes, melansir persi.or.id (17 Juli 2019), hingga saat ini terdapat tunggakan Rp6,5 triliun yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan terhadap RS-RS di seluruh Indonesia.
“Sehingga kami minta yang Rp6,5 triliun itu segera dibayarkan agar RS bisa kembali bernapas, membayar gaji pegawainya, membayar tagihan obat dan alkes, listrik dan lain sebagainya.”
Selanjutnya, jelas Kuntjoro dalam forum yang juga diikuti RS-RS anggota PERSI saluruh Indonesia yang mengikuti melalui Webinar, kucurkan Rp 2 triliun per bulan sepanjang 2019 untuk seluruh tagihan RS yang belum dibayar BPJS Kesehatan.
PERSI beserta asosiasi perumahsakitan, berencana untuk mendatangi presiden agar segera membenahi defisit yang diperhitungkan bisa mencapai Rp 28 triliun hingga akhir tahun 2019 ini.
Kuntjoro menegaskan, PERSI pun akan menyampaikan solusi untuk membenahi defisit BPJS Kesehatan kepada presiden.
Untuk jangka pendek, BPJS Kesehatan harus segera menyelesaikan piutang pada rumah sakit, salah satu solusinya dengan melaksanakan enam bauran.
Jangka panjangnya PERSI menyarankan untuk penyesuaian tarif dan iuran premi.
Mengenai hal ini Kuntjoro berharap berita ini viral. Sebab menurutnya ini berkiatan dengan pasien, bukan hanya rumah sakit. Akibatnya itu pasien.
Kuntjoro menegaskan, PERSI mendukung sepenuhnya pelaksanaan JKN, namun pemerintah pun harus sigap mengatasi masalah fundamentalnya, yaitu defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
Di satu sisi, kata Kuntjoro, pemerintah menargetkan terlaksananya jaminan kesehatan semesta, sehingga seluruh masyarakat Indonesia menjadi anggota BPJS Kesehatan.
Namun, nyatanya, hingga saat ini yang bergabung menjadi anggota BPJS Kesehatan, sebagian besar adalah mereka yang sakit dan perlu berobat. “Sehingga, bisa dipastikan, semakin banyak anggota, makin defisit BPJS Kesehatan. Jadi di sini ada persoalan besaran premi, sistem tarif, sumber pendanaan dan regulasi,” ujar Kuntjoro. (Sumber: nusantaralive)