Pada Hakekatnya Munculnya RUU OMNIBUS LAW Cipta Kerja pada Tahun 2020 semanganya membangun dan menciptakan Sebuah Konstitusi Ideal yang sesuai dengan Situasi dan Kondisi saat ini dan Masa yang akan datang. Namun segala sesuatu yang dianggap ideal oleh pemerintah tidak selamanya ideal bagi Buruh/Pekerja.
Karena itu Pihak-pihak yang merasa hadirnya Regulasi baru tidak sesuai dengan harapan tentu harus memilih melakukan Uji Materi baik di Mahkamah Agung dan atau di Mahkamah Konstitusi. Undang – Undang Ciptakan Kerja juga mengalami hal yang sama,sejumlah proses persidangan Uji Materi masih berlangsung di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Bahkan bukan tidak mungkin akan terus berlangsung seperti yang terjadi pada UUK No. 13 Tahun 2003.
Sesungguhnya Indonesia membutuhkan regulasi yang dapat mendorong segala bentuk usaha produksi, baik berupa barang maupun jasa adalah Usaha Bersama antara Pengusaha dan Pekerja yang dalam Politik Ekonomi Indonesia disebut Gotong Royong sebagaimana disebutkan Pasal 33 ayat (1) UUD’45 berikut penjelasannya.
Sistim Hubungan Industrial suatu negara pada umumnya mencerminkan implementasi Ideologi dan Konstitusi Negara yang bersangkutan. Itulah sebabnya pasca pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, beberapa Pemimpin Gerakan Buruh Nasional yang anti Komunis bersatu merumuskan Sistim Hubungan Perburuhan Pancasila (HPP) yang tahun 1985, diubah menjadi Hubungan Industrial Pancasila (HIP).
Prinsip dasar HPP/HIP adalah Three Partnership; Partner in production, Partner in Responsibility and Partner in profit.
Pasca Reformasi tahun 1998, HPP/HIP tenggelam ditelan gelombang Liberalisasi yang diperkuat dengan terbitnya UUK 13/2003, tentang Ketenagakerjaan.
Fakta menunjukkan, UUK 13/2003, yang dibuat tanpa kajian dan Naskah Akademis telah menimbulkan In-Konsistensi terhadap Amanat dan Perintah Konstitusi Negara yang berakibat timbulnya perilaku Liberal dan Tidak Ramah Kemanusiaan terhadap pekerja. Persaingan Kepentingan telah menimbulkan adu kekuatan dan menghilangkan Semangat Kemitraan dan Gotong Royong.
Sudah sekitar 30 kali UUK 13/2003, menjalani Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini fakta bukan Hoak.
76 Tahun Indonesia Merdeka layak kalau buruh/pekerja juga merdeka dan berdaulat secara Politik dan Ekonomi berbasis Konstitusi Negara. Tetapi secara faktual keadaan pekerja sebagai salah satu Unsur Tripartit posisinya, baik secara Politik maupun Ekonomi, sangat lemah bila dibandingkan dengan Unsur Tripartit lainnya, yaitu Pemerintah dan Pengusaha.
Pekerja tidak memiliki kekuatan Modal Politik dan Modal Ekonomi. Pekerja hanya mempunyai kekuatan Modal Sosial yang berwarna abu-abu yang biasa disebut sebagai Soliditas dan Solidaritas atau Kesetiakawanan Sosial.
Undang Undang No. 21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah berlaku meskipun Uji Materi tetap berjalan. Disaat yang sama dampak Pandemi Covid-19 belum dapat dipulihkan, bahkan konon menurut Menteri Kesehatan situasi seperti ini akan berlangsung selama 5 tahun. Pertanyaannya bagaimana mungkin memulihkan ekonomi Kaum Buruh/Pekerja terjadi dalam waktu setahun kedepan jika kita harus hidup bersama Covid-15 untuk Masa Satu Repelita.
Bisakah kita kembali kepada Konsep Kegotong-Royongan mengingat terlalu banyak persoalan yang harus diselesaikan. Buruh/Pekerja yang Ter-PHK membutuhkan Pekerjaan Baru, sementara Calon Buruh/Pekerja yang benar – benar baru juga memburu pekerjaan agar tidak menambah Jumlah Pengangguran di Republik ini. Semua mesti berfikir keras.
Penulis
Andi Naja FP Paraga
Ketua PP Federasi Media Informatika dan Grafika (PP FMIG KSBSI)