Sbsinews– Dewan Pengurus Cabang Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (DPC SBSI) 1992 Kota Tangerang Selatan (Tangsel) meminta kepada Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Serang mengabulkan gugatan 297 mantan buruh PT Sinar Central Sandang (SCS) terkait uang pesangon sebesar Rp16,4 miliar.
Pada surat permohonan DPC SBSI 1992 Kota Tangsel, para buruh pabrik tekstil itu meminta kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara menyatakan SCS selaku tergugat telah melakukan pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (SKB) sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 3 jo Pasal 58 ayat 4.
“Kita meminta agar pengadilan menghukum tergugat membayar uang pesangon kepada 297 buruh sebagaimana di atur dalam surat perjanjian kerja besama khususnya Pasal 70,” tegas Ketua SBSI Tangsel Marsono dalam keterangannya kepada Wartawan, Rabu (10/2/2021).
Menurut Marsono, agar para buruh bisa mendapatkan haknya, mereka juga mengajukan sita jaminan terhadap aset dan harta benda milik SCS berupa sertifikat tanah yang terletak di Jl Raya Serpong No 7 Serpong, Kota Tangsel, Banten dan mesin pemintal kapas milik tergugat.
Bahkan, sambung Marsono, puluhan buruh menduduki areal pabrik dengan membuat base camp guna menjaga alat dan aset yang dimiliki SCS sebagai alat sita jaminan membayar pesangon mereka.
Sementara Ketua DPW LSM Berkordinasi DKI Jakarta Marjuddin Waruwu menilai apa yang dilakukan oleh para karyawan SCS hanya menginginkan keadilan atas hak mereka sebagaimana diamanatkan UU.
Dia juga berharap agar pengadilan bersikap adil dan memperjuangkan nasib karyawan yang harus kehilangan pekerjaan mereka.
Marjudin meminta aparat kepolisian agar dapat menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat khususnya para buruh yang tengah berjuang menuntut haknya.
“Kami harapkan pihak Polres Tangsel lebih mengerti hak Buruh dan ikut membantu Buruh dalam memperjuangkan hak-hak mereka dalam kasus sengketa buruh dengan PT SCS ini. Polisi harus berdiri ditengah ikut menjaga aset PT SCS agar tidak berpindah tangan karena itulah yang diharapkan mereka sebagai pengganti uang pesangon yang menjadi hak normatif mereka,” tandas Marjjudin (*)