KUTIM SBSINEws – Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang diberikan kepada 12 Orang buruh harian lepas yang bekerja di PT. Nusaraya Agro Sawit (PT.NAS) menuai reaksi dari para buruh, hal ini di karenakan PKWT yang akan di tanda tangani buruh tidak mencantumkan tentang pengupahan, jam kerja serta kepesertaan buruh di BPJS Ketenagakerjaan maupun Kesehatan.
Hal ini terjadi pada tanggal 22 Agustus 2020, ketika selesai briefing pagi 12 Orang buruh harian lepas ini di sodorkan Surat PKWT dengan alasan bahwa PKWT sebelumnya telah berakhir dan harus di perpanjang menurut pihak managemen perusahaan.
Merasa kurang paham terhadap PKWT tersebut buruh/pekerja anggota Federasi Pertanian Perkayuan dan Konstruksi (Konfederasi) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kutai Timur berkoordinasi dengan Hendrik Hutagalung. SH. Pengurus DPP (K)SBSI dan sekaligus PP FPPK SBSI.
Kepada SBSINews, Hendrik Hutagalung. SH. yang juga Sekretaris Wilayah III Kalimantan dan Sulawesi menyatakan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Pak Reza di HO Pusat Palma Serasih Group lewat media WhatsApp, dalam koordinasi tersebut diajukan agar PKWT itu di tambah beberapa pasal termasuk pasal mengenai Upah, Jam Kerja dan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Menurut Reza bahwa Dia akan segera koordinasi dengan pihak managemen kebun agar di tambahkan pasal tersebut dan cepat di tanda tangani oleh buruh/pekerja, namun tunggu punya tunggu hingga batas waktu yang ditetapkan pihak kebun tanggal 25 Agustus 2020 belum juga ada koordinasi pihak HO Pusat dengan Pihak Kebun sehingga buruh/pekerja jadi korban atas hal tersebut dan dianggap mengundurkan diri sesuai Pasal 168 UU 13 Tahun 2003.
Karena dianggap mengundurkan diri Antonius Banunaek dkk 12 Orang mengajukan keberatan atas rencana pengusiran mereka keluar dari kebun oleh Managemen dan melaporkan kembali ke DPC FPPK (K) SBSI dan DPP (K) SBSI atas tindakan pihak kebun.
Hendrik Hutagalung, SH. menyampaikan kembali kepada Ibu Evi Pihak Managemen HO Pusat Palma Serasih atas tindak kebun tersebut, melalui WhatApp menyarankan agar menemui pihak assisten kebun untuk menada tangani PKWT tersebut akan tetapi Pihak Kebun melalui Assisten Kepala tetap memberikan sanksi keluar dari kebun.
Merasa diabaikan oleh pihak perusahaan maka DPP (K)SBSI bersama DPC FPPK SBSI Kutai Timur mencatatkan perselisihan ini ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kutai Timur sebagaimana diatur dalam UU No. 02 Tahun 2004, selanjutnya akan membawa masalah ini ke Kementerian Katenagakerjaan RI, Komisi IX DPR RI, ISPO dan RSPO dan KOMNAS HAM RI demikian Hendrik Hutagalung. SH. (HH)