SBSINews – Proses pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 menuai kritik dari Koalisi Kawal Capim KPK. Koalisi yang berisi berbagai lembaga antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai banyak masalah dalam proses pemilihan pimpinan lembaga antirasuwah tersebut.

Oleh karena itu, koalisi pun melayangkan petisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hingga tulisan ini dibuat, petisi itu telah ditandatangani sebanyak 48.920 orang.

“Presiden Joko Widodo segera perintahkan Pansel KPK untuk tidak meloloskan calon pimpinan KPK yang terbukti tidak berkualitas maupun berintegritas,” tulis Kurnia Ramadhana, aktivis ICW, dalam petisi yang dilihat CNBC Indonesia di laman change.org, Selasa (27/8/2019) malam.

Menurut dia, Pansel KPK tidak mempertimbangkan rekam jejak para calon pimpinan KPK. Ini dikarenakan dalam nama-nama yang masih dinyatakan lolos seleksi, masih terdapat nama-nama yang mempunyai rekam jejak buruk di masa lalu.

“Ada yang sempat dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik sampai ada yang diberitakan pernah mengintimidasi salah seorang pegawai KPK!,” katanya.

Kedua, mayoritas calon pimpinan KPK yang berasal dari penyelenggara negara maupun penegak hukum tidak patuh dalam melaporkan harta kekayaannya pada KPK.

Ketiga, salah seorang anggota pansel bilang kalau calon pimpinan KPK harus berasal dari sebuah lembaga penegak hukum konvensional. Padahal dibentuknya KPK karena lembaga penegak hukum konvensional belum mampu memberantas korupsi secara maksimal.

“Jadi kenapa mesti dipaksakan untuk mengisi kursi pimpinan KPK?,” ujarnya.

Ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, kemarin, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko memberikan tanggapan perihal desakan agar Jokowi mengevaluasi Pansel KPK. Apa katanya?

”Saya gak boleh campuri. Itu otoritasnya panitia seleksi. Enggak boleh,” kata Moeldoko.

“Masih bisa diatasi sama pansel. Kan masih bisa diatasi oleh pansel. Udah ditunjuk kok,” lanjut eks Panglima TNI itu.

Wawancara dan uji publik

Kemarin, Pansel KPK mulai menggelar wawancara dan uji publik kepada 20 capim KPK yang lolos assessment. Wawancara dan uji publik bakal dilakukan secara bertahap pada 27-29 Agustus 2019. Dari 20 orang, sebanyak orang yang ikut tes wawancara dan uji publik pada Selasa (27/8/2019), yaitu:

Komisioner KPK Alexander Marwata
Wakabareskrim Irjen Antam Novambar
Dosen Sespim Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto
Karyawan BUMN Cahyo RE Wibowo
Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri
Auditor BPK I Nyoman Wara
Penasihat Menteri Desa Jimmy Muhammad Rifai Gani

Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih mengatakan akan mengevaluasi semua jawaban para capim.

“Kan saat ini bagaimana pun juga saya kami harus mendapatkan 10 itu perintah undang-undang,” katanya usai tes wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Sekretariat Negara, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

Yenti mengatakan jawaban akan dinilai oleh para panelis dan pansel. Sebab itu, semua anggota pansel diberi kesempatan untuk bertanya agar mengetahui jawaban para capim KPK.

“Maka pansel itu kita tidak jaga ini siapa. Hanya memang kita nanya pertama kan pemegang ini misalnya sepuluh menit. Kan kita ganti-ganti saja,” ujar dia.

Salah satu capim KPK yang dituding bermasalah adalah Wakabareskrim Irjen Antam Novambar. Ia dituding mengintimidasi eks Direktur Penyidikan KPK pada 2015 dalam kasus yang membelit mantan pimpinan Polri, yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan. BG, sebutan akrab Budi Gunawan.

Awal mulanya Anggota Panitia Seleksi Capim KPK Hamdi Muluk menanyakan kepada Antam ihwal tudingan intimidasi tersebut. Antam pun menjawabnya dan mengaku bersyukur bisa mengklarifikasi tudingan yang selama ini dialamatkan kepadanya.

“Tiga tahun saya bertahan tidak pernah menjawab. Saya siap untuk ini. Saya tidak pernah meneror Endang Tarsa. Ada saksinya saya bawa,” kata Antam di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8).

“Saat itu kejadian Budi Gunawan. Saya tahu Budi Gunawan dizalimi karena saya orang hukum. Beliau dipaksakan untuk jadi tersangka berdasarkan bukti fakta yang ada. Saat itu saya ingin sekali membantu,” kata Antam. (Sumber: CNBCIndonesia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here