Catatan melawan Lupa

SBSINews – Undangan Menko Polhukam, Mahfud MD, kepada beberapa Pimpinan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) pada 10 Juni 2020 lalu telah membuat gaung kebangkitan kembali Majelis Pekerja-Buruh Indonesia (MPBI) yang menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dengan rencana aksi besar yang melibatkan sekitar 50.000 (lima puluh ribu) pekerja/buruh di depan Gedung DPR RI ambyar sudah tanpa membekas.

Pemerintah berhasil melunakan sikap penolakan Pimpinan SP/SB tersebut, sehingga Pimpinan SP/SB mau untuk Berdamai melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja yang telah sempat ditunda pembahasannya oleh pemerintah untuk beberapa waktu lamanya.

Pertemuan yang juga dihadiri Menko Perekonomian Airlangga Hartato, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauzia, Menteri Sekretaris Negara Praktino dan Kepala KSP Moeldoko, merupakan implementasi dari semangat Gotong Royong untuk mengurai dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan agar lebih manusiawi, adil dan bermartabat dimasa yang akan datang.

Pemerintah mengapresiasi usulan Pimpinan SP/SB yang menginginkan agar pemerintah segera membentuk Tim Teknis untuk membahas RUU Cipta Kerja secara Tripartit. Permintaan itu tentu wajar dan konstitusional. Karena Tim Satuan Tugas Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dibentuk oleh pemerintah dengan Surat Keputusan Menko Perekonomian No.378/2019, dibuat secara cacat procedural dan melanggar hukum.

Tim Satuan Tugas bentukan Menko Perekonomian dimaksud hanya melibatkan unsur Pengusaha dan unsur Pemerintah, tanpa melibatkan unsur Pekerja/Buruh sebagai pemangku kepentingan dibidang ketenagakerjaan.

Dalam proses penyusunan RUU Cipta Kerja pemerintah telah dengan sengaja melanggar peraturan perundang – undangan yang meliputi :

1. Undang – Undang No.12 Tahun 2011 jo Undang – Undang No.15 Tahun 2019, tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, khususnya ketentuan Pasal 96.

2. Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2006, yang merupakan Ratifikasi Konvensi ILO No.144 Tahun 1976, tentang Konsultasi Tripartit untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Ketenagakerjaan Internasional.

3. Undang – Undang No.14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4.

Belum diketahui bagaimana sikap lebih lanjut dari Pimpinan SP/SB yang telah bertemu dengan Menko Polhukam terhadap pelanggaran hukum sebagaimana tersebut di atas.

Apakah Pimpinan SP/SB berlapang dada menerima dan membiarkan RUU Cipta Kerja dilanjut pembahasannya dengan membawa cacat procedural dan melanggar hukum atau haruskah Surat Presiden Nomor : R-06/Pres/02/2020, perihal Rancangan Undang – Undang tentang Cipta Kerja, tanggal 7 Februari 2020, segera di gugat melaui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan tuntutan agar dibatalkan dan dikeluarkan dari Prolegnas. Setelah itu baru diproses ulang penyusunan RUU Cipta Kerja secara Tripartit.

Dilanjut pembahasannya atau digugat ke PTUN, Pimpinan SP/SB harus tetap mengkritisi secara cermat hal – hal sebagai berikut :

1. Visi dan Misi Politik Ketenagakerjaan, baik yang tersurat mau pun tersirat didalam RUU Cipta Kerja harus dikritisi dengan seksama berbasis kepada TAP MPR RI No. III/MPR/2000, yang pada pokoknya menegaskan bahwa Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang Undang Dasar 1945 adalah Sumber Hukum Dasar Nasional yang harus menjiwai setiap kebijakan dan tindakan penyelenggara Negara, Masyarakat dan Manusia Indonesia.

Selanjutnya, sesuai dengan tata urutan peraturan perundang undangan yang berlaku, maka aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.

2. Substansi yang ingin disusun harus menjiwai nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang – Undang Dasar 1945.

Dengan demikian, setiap narasi Substansi dalam RUU Cipta Kerja harus berisi Roh nilai-nilai Pancasila dan UUD’45.

3. Tata Cara Penyusunan didasarkan kepada Kesepakatan bersama dengan 4 (empat) pilihan;

3.1. Mencabut seluruh Substansi yang ada dalam UU 13/2003 dan langsung memasukan dalam RUU Cipta Kerja dengan tambahan sejumlah Substansi Baru yang merupakan tindak lanjut dari 11 Putusan Mahkamah Konstitusi atau.

3.2. Mencabut beberapa Substansi UU 13/2003 secara parsial dan dihilangkan (dihapus) secara total dengan tidak memasukannya dalam RUU Cipta Kerja atau

3.3. Mencabut secara keseluruhan Substansi dalam UU No. 13 /2003, mengubah narasi berupa penguatan atas hak-hak pekerja/buruh dan memasukan dalam RUU Cipta Kerja atau.

3.4. Mencabut secara parsial beberapa Substansi dalam UU 13/2003, mengubah narasi berupa penguatan atas hak-hak pekerja/buruh dan memasukan dalam RUU Cipta Kerja.

3.5. Harus dimasukan dan dilakukan hal yang sama untuk UU Jaminan Sosial dan UU SP/SB serta UU lainnya.

4. Menyusun formulasi / narasi Substansi dengan motif penguatan atas Muatan Materi yang diinginkan oleh Pimpinan SP/SB dalam berupa sandingan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja.

5. Apabila dalam pembahasan tidak tercapai kesepakatan, hanya 2 (dua) opsi yang harus diputuskan;

5.1. Ditunda sementsta dan dilanjutkan kemudian, atau
5.2. Ditolak dan dikeluarkan dari agenda pembahasan.

Salam Sehat
Sofyan A Latief,
Ketua Umum FSP PAR REF

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here