SBSINews – Berbagai kebijakan dan program yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani berbagai krisis sudah lebih dari cukup. Hanya saja kecepatan diinginkan Jokowi tidak mampu diimbangi para menteri sebagai mesinnya karena terbilang sangat lelet.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai, kecepatan yang diinginkan Jokowi ternyata tidak seimbang dengan mesin kabinet yang berjalan lambat bahkan tidak memiliki aura krisis di wajahnya. Setidaknya ada 17 menteri yang kerjanya lelet dan harus diganti.

Bidang sosial, kesehatan, ekonomi, pertanian, pendidikan, perdagangan dan ketenaga kerjaan menjadi bagian-bagian mesin kabinet yang harus diganti karena diisi orang-orang yang tidak tepat dengan kecepatan Jokowi.

“Beda dengan Pak Jokowi, mukanya aja krisis sementara menterinya banyak nggak ada muka krisis. Harusnya Pak Jokowi itu rapat dengan para Dirjennya atau bila perlu Pak Dirjennya yang jadi menteri karena sebetulnya mereka lah yang lebih tahu. Kalau para menterinya kan cuma bossy,” ungkap Arief dalam diskusi Webinar bertema Jokowi Harus Ganti Mesin?, Selasa (18/08/2020).

Dari 17 menteri yang dianggap layak diganti itu, Arief tidak menyebutkan nama-namanya. Hanya saja dia menyebut ada yang memang tidak pantas untuk menyandang jabatan menteri. Diantaranya Menteri Sosial, Juliari Batubara dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.

Dimasa krisis seperti ini, Menteri Sosial harusnya tampil dan banyak melakukan kegiatan bersama menteri-menteri bidang lainnya terutama dari sektor pembiayaan dan keuangan.

“Bekerja dengan benar, jangan tebar pesona, jangan banyak ngevlog, main medsos. Sebetulnya hanya sebagian menteri yang mengerti dan mau bekerja untuk Jokowi itu,” tegas Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu itu.

Sementara Menteri Nadiem Makarim, sosoknya memang sangat dibutuhkan Jokowi tapi untuk jabatan Menteri Pendikan, dia bukan orang yang tepat.

“Nadiem itu seorang anak muda yang cerdas dan pintar tapi untuk menjadi Menteri Pendidikan itu dia harus berlatar belakang pendidikan pula dan punya filosofis pendidikan pula. Nadiem nggak punya filosofi pendidikan. Nadiem pendidikan cuma tau berbasis IT,” terang Arief.

Sehingga saat masih banyak sekolah-sekolah yang rusak diberbagai wilayah Indonesia, Nadiem masih berbicara soal IT.

“Nadiem belum bisa menciptkan sistem pendidikan yang baik. Dia hanya mengandalkan pola virtual yang masih harus butuh handphone, laptop. Padahal tidak melulu pendidikan itu harus dengan teknologi karena seorang pendidik itu tidak akan mendidik anaknya untuk menjdi seorang robot. Nadiem juga jangan hanya melihat kondisi murid di perkotaan saja. Dia bukan seorang pendidik dan tidak punya aura mendidik,” kata Arief.(RmolSumsel)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here